Golongan Obat Vaksin
MAKALAH
FARMAKOLOGI
GOLONGAN
OBAT VAKSIN
NAMA : Alvionita
NIM : 16150145
KELAS : B13.2
PRODI
D-III KEBIDANAN
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vaksin awal mula ditemukan sekitar abad ke-7 ,
seketika sekelompok orang Buddhis memutuskan bahwa mereka bisa menjadi imun
terhadap efek dan racun ular dengan minuman suatu bahan yang sangat bau. Pada
tulisan Cina pada abad ke-16 , dijelaskan bagaimana orang mengkontakan diri
dengan cacar air yaitu dengan menempatkan bubuk kerak dari anak-anak yang
terinfeksi ke dalam hidung anak-anak yang sehat. Mereka berpikir bahwa
mereka bisa membantu mencegah suatu penyakit atau kondidi dengan mengkontakkan
diri dengan sebentuk bahan yang menjadi penyebabnya. Tetapi pada saat itu
mereka belum sepenuhnyamemahami apa yang mereka lakukan.
Pada akhir abad ke-18, Edward Jenner menemukan bahwa
pengkontakkan dengan penyakit hewan cacar sapi, membuat orang imun terhadap
penyakit cacar air manusia yang mematikan. Ini adalah konsep yang pada saat itu
dianggap membantu meyelamatkan manusia, juga menghadirkan kemungkinan bahwa ada
penyakit lain yang juga ditularkan bersamaan dengan virus yang dimasukan.
Diantara saat Jenner mempublikasikan karyanya pada tahun 1798 dan Louis Pasteur mengembangkan vaksin rabies yang pertama untuk manusia ditahun 1885, beberapa ahli ilmu termasuk Pasteur, memilih masalah ini. Pada saat itu, Pasteur memajukan konsep atenuasi atau pelemahan, yaitu penggunaan bentuk virus yang telah dilemahkan untuk menghasilkan imunisasi. Pasteur menemukan bahwa bentuk yang sudah dilemahkan dari kolera ayam sangat efektif dalam mencegah penyakit.
Diantara saat Jenner mempublikasikan karyanya pada tahun 1798 dan Louis Pasteur mengembangkan vaksin rabies yang pertama untuk manusia ditahun 1885, beberapa ahli ilmu termasuk Pasteur, memilih masalah ini. Pada saat itu, Pasteur memajukan konsep atenuasi atau pelemahan, yaitu penggunaan bentuk virus yang telah dilemahkan untuk menghasilkan imunisasi. Pasteur menemukan bahwa bentuk yang sudah dilemahkan dari kolera ayam sangat efektif dalam mencegah penyakit.
Sekarang ini Vaksin atenuasi digunakan secara luas.
Protes terhadap pemakaian vaksin juga bukan suatu pemakaian yang baru. Ketika
Pasteur memperkenalkan Vaksin rabiesnya untuk manusia di tahun 1885, baik para
dokter maupun masyarakat memprotes penggunaannya. Pada pergantian abad, tentara
inggris yang berperan diperang Boer di Afrika Selatas memproses keras suntikan
melawan penyakit tifoid yang berbahaya. Pada dekade berikutnya berikutnya rasa
takut pada polio begitu besar, sehingga imunisasi massal dengan suntikan vaksin
salk yang dimualai th 1955 disambut terbuka. Tetapi ternyata Vaksin salk tidak
bisa memberikan perlindungan penuh terhadap virus polio , sehingga dikenalkan
Vaksin hidup oral dari sabin tahun 1961, yang menawarkan imunitas yang lebih
luas. Sekarang ini vaksin oral tidak bisa lagi dianjurkan karena telah terbukti
menyebabkan polio pada beberapa penerimanya dan orang-orang yang berkontak
akrab dengan mereka yang baru divaksinisasi. Sejarahnya masih terus berjalan ,
vaksin baru dan formula baru dari vaksin yang sudah ada masih terus
dikembangkan hingga sat ini.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan umum
dan khusus dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mendapatkan nilai
tugas dari dosen mata pelajaran.
2. Tujuan khusus
a. Memberi pengetahuan tentang Golongan Obat Vaksin kepada mahasiswa
kesehatan khususnya kebidanan.
b. Memberi pengembangan pendidikan mengenai Golongan Obat Vaksin di Bidang
Kebidanan.
1.3 Manfaat
Adapun
manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
a. Guna menambah wawasan mahasiswa mengenai materi yang dibahas
dalam makalah ini
b. Mengembangkan pemahaman mahasiswa tentang Golongan Obat Vaksin
c. Meningkatkan keterampilan para
mahasiswa dalam membuat makalah.
BAB II
PEEMBAHASAN
PEEMBAHASAN
2.1 Devinisi Vaksin
Vaksin adalah suatu bahan yang di yakini dapat
melindungi orang terhadap penyakit. Vaksin dibuat dari virus dan bakteri
pathogen yang di siapkan untuk di suntikan kedalam tubuh sehingga dapat
membantu memerangi penyakit yang lebih ganas atau di dapat secara alami. Tujuan
utama vaksin adalah merangsang pembentukan antibody dengan konsentarasi yang
cukup tinggi untuk menghilangkan perjalanan pathogen, sehingga mencegah mereka
yang mendapat kan vaksinasi dari tejangkitnya penyakit.
Tujuan pemberian vaksin adalah merangsang imunitas
seluler maupun humoral seperti yang layaknya timbul sebagai reaksi terhadap
suatu infeksi alamiyah. Bila seseorang yang sudah di vaksinasi mengalami
infeksi yang tidak menentu dan mungkin sekali serius gejalanya akan lebih
ringan atau sama sekali tanpa manifestasi klinis. Vaksinasi menghindarkan
efek-efek serius yang di akibat kan oleh mikroba yang virulen penuh.
Oleh karena itu, vaksin merupakan salah satu senjata
yang paling ampuh dalam ilmu kedokteran prevektif trhadap penyakit infeksi.
Kemungkinan dari vaksin hidup yang telah diperlemah adalah mempertahankan
keadaan yang setabil ini tanpa kekewatiran bahwa mikroba tersebut melalui
proses mutasi menjadi virulen kembali.
Penggolongan vaksin dapat di golongkan berdasarkan
jenis, viabilitas, komposisi dan cara pembuatanyan. Jenis mikroba dalam vaksin
menghasil kan :
a. Vaksin bacterial, yang terdiri dari bakteri hidup yang
di lemah kan atau diinaktifkan, polisakarida dari kapsel fragmennya yang
memiliki sifat antigen.
b. Vaksin viral, yang terdiri dari vaksin hidup yang di
lemah kan atau diinaktifkan, juga fragmen yang memiliki sifat antigen.
c. Vaksin parasite, yaitu terdiri dari suatu protein yang
terdapat di protein yang terdapat di permukaan sporozoid Plasmodium falciparum
( vaksin malaria, eksperimental ).
2.2 Golongan obat vaksin
Vaksi
digolongkan menjadi beberapa bagian:
1. Berdasarkan asal antigen
a. Berasal dari bibit penyakit yang dilemahkan (live
attenuated)
b. Virus : Polio (OPV), Campak, Yellow Fever
c. Bakteri : BCG
d. Berasal dari bibit penyakit yang dimatikan
(inactivated)
e. Seluruh partikel diambil:
a. Virus : IPV (Inactivated Polio Vaccine), Rabies
b. Bakteri: Pertusis
f. Sebagian partikel diambil:
2. Berdasarkan protein:
a. Sub Unit : Aseluler Pertusis
b. Toxoid: DT
3. Berdasarkan Polisakarida
a. Murni: Meningicocal
b. Gabungan : Hib (Haemofilus Influenza type B)
c. Rekombinan (rekayasa genetika): Hepatitis B
4. Berdasarkan Sensifitas terhadap suhu
a. Vaksin sensitive suhu beku, yaitu golongan vaksin yang
akan rusak terhadap suhu dingin di bawah 0 oC, seperti: Hepatitis B,
DPT/HB, DT, TT
b. Vaksin sensitife Panas, yaitu golongan vaksin yang
akan rusak terhadap paparan panas yang berlebihan, seperti, Polio, Campak, dan
BCG
2.3 Jenis Vaksin dan Waktu Pemberian
A. BCG
Vaksin ini adalah vaksin bentuk beku kering yang
mengandung Mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan (Bacillus Calmette
Guerin = BCG ). pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan
aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). Vaksin BCG mengandung kuman BCG
(Bacillus Calmette guerin) yang masih hidup. Jenis kuman TBC ini telah
dilemahkan. Imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir sampai
berumur 2 bulan. Pada anak yang berumur lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk
melakukan uji Mantoux sebelum imunisasi BCG. Gunanya untuk mengetahui apakah ia
telah terjangkit penyakit TBC. Seandainya hasil uji Mantoux positif, anak
tersebut selayaknya tidak mendapat imunisasi BCG. Tetapi bila imunisasi BCG
akan dilakukan secara massal (misalnya di sekolah, RT/RW, perusahaan, pabrik),
maka pemberian suntikan BCG dilaksanakan secara langsung tanpa uji Mantoux
terlebih dahulu. Hal ini dilakukan mengingat pengaruh beberapa faktor, seperti
segi teknis penyuntikan BCG, keberhasilan program imunisasi, segi epidemiologik
dan lain-lain. Penyuntikan BCG tanpa dilakukan uji Mantoux pada dasarnya
tidaklah membahayakan. Namun seandainya orang tua merasa bimbang karena anak
anda dengan tidak terduga mendapat imunisasi BCG di sekolah, sebaiknya bertanya
kepada dokter atau petugas kesehatan lain.
Dan Biasanya setelah suntikan BCG bayi tidak akan
menderita demam. Bila ia demam setelah imunisasi BCG umumnya disebabkan oleh
keadaan lain. Untuk hal ini dianjurkan agar berkonsultasi dahulu dengan dokter.
Pada imunisasi BCG jarang dijumpai efek samping. Mungkin terjadi pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya menyembuh sendiri walaupun lambat. Bila suntikan BCG dilakukan di lengan atas, pembengkakan kelenjar terdapat di ketiak atau leher bagian bawah. Suntikan di paha dapat menimbulkan pembengkakan kelenjar di selangkangan. Komplikasi pembengkakan kelenjar ini biasanya disebabkan arena teknik penyuntikan yang kurang tepat, yaitu penyuntikan terlalu dalam. Dalam masalah komplikasi yang ringan ini, bila terdapat keraguan dipersilahkan anda berkonsultasi dengan dokter. Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG, kecuali pada anak yang berpenyakit TBC atau menunjukkan uji Mantoux positif.
Pada imunisasi BCG jarang dijumpai efek samping. Mungkin terjadi pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya menyembuh sendiri walaupun lambat. Bila suntikan BCG dilakukan di lengan atas, pembengkakan kelenjar terdapat di ketiak atau leher bagian bawah. Suntikan di paha dapat menimbulkan pembengkakan kelenjar di selangkangan. Komplikasi pembengkakan kelenjar ini biasanya disebabkan arena teknik penyuntikan yang kurang tepat, yaitu penyuntikan terlalu dalam. Dalam masalah komplikasi yang ringan ini, bila terdapat keraguan dipersilahkan anda berkonsultasi dengan dokter. Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG, kecuali pada anak yang berpenyakit TBC atau menunjukkan uji Mantoux positif.
B. Tetanus
Toxoid (TT)
Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung Toksoid
Tetanus yang telah dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium
fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml
vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU. Vaksin TT dipergunakan untuk
pencegahan tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi wanita usia
subur, dan juga untuk pencegahan tetanus.
C. Vaksin
DPT (Difteriaa, Pertusis, Tetanus)
Manfaat pemberian imunisasi Vaksin ini ialah untuk
menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit
difteria, pertusis (batuk rejan) dan tetanus. Dalam peredaran di pasaran
terdapat 3 jenis kemasan vaksin ketiga penyakit ini. Anda dapat memperolehnya
dalam bentuk kemasan tunggal khususnya bagi tetanus, dalam bentuk kombinasi DT
(difteria dan tetanus), dan kombinasi DPT (dikenal pula sebagai vaksin tripel).
Imunisasi dasar diberikan 2-3 kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan jarak
waktu antara 2 penyuntikan 4-6 minggu. Imunisasi dasar dengan 3 kali
penyuntikan lebih baik daripada dengan 2 kali penyuntikan. Untuk imunisasi
massal (di sekolah, RT/RW), biasanya cukup diberikan 2 kali penyuntikan.
Imunisasi ulang lazimnya diberikan ketika anak berumur 1 ½ – 2 tahun, menjelang
umur 5 tahun (sebelum masuk sekolah dasar), dan menjelang umur 10 tahun
(sebelum keluar Sekolah Dasar), masing-masing hanya diberi 1 kali suntikan.
Reaksi yang
mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan rasa nyeri di tempat
suntikan selama 1 – 2 hari. Kadang-kadang terdapat akibat samping yang lebih
berat, seperti demam tinggi atau kejang, yang biasanya disebabkan oleh unsur
pertusisnya.
Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang
sakit parah, pernah menderita kejang atau pada penyakit gangguan kekebalan
(defisiensi imunologik). Sakit batuk, pilek, demam atau diare yang sifatnya
ringan, bukan merupakan indikasi kontra yang mutlak. Dokter akan
mempertimbangkan pemberian imunisasi, seandainya anak anda sedang menderita
sakit ringan.
D. Diptheria
Vaksin difteri terbuat dari toksin kuman difteri yang
telah dilemahkan Biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus
dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk
vaksin DPT.
Penyakit difteri disebabkan oleh sejenis bakteria yang
disebut Corynebacterium diphtheriae. Sifatnya sangat ganas dan mudah menular.
Seorang anak akan terjangkit difteri bila ia berhubungan langsung dengan anak
lain sebagai penderita difteri atau sebagai pembawa kuman (carrier), yaitu
dengan terhisapnya percikan udara yang mengandung kuman. Bila anak nyata
menderita difteri dapat dengan mudah dipisahkan. Tetapi seorang carrier akan
tetap berkeliaran dan bermain dengan temannya yang belum pernah mendapat
imunisasi akan tertular penyakit difteri yang diperoleh dari temannya sendiri
yang menjadi carrier.
Anak yang terjangkit difteri akan menderita demam
tinggi. Selain itu pada tonil (amandel) atau tenggorok terlihat selaput putih
kotor. Dengan cepat selaput ini meluas ke bagian tenggorok sebelah dalam dan
menutupi jalan nafas, sehingga anak seolah-olah tercekik dan sukar bernafas.
Kegawatan lain pada difteri ialah adanya racun yang dihasilkan oleh kuman
difteri. Racun ini dapat menyerang otot jantung, ginjal dan beberapa serabut
saraf. Kematian akibat difteri sangat tinggi; biasanya disebabkan anak
“tercekik” oleh selaput putih pada tenggorok atau karena lemah jantung akibat
racun difteri yang merusak jantung.
Pemberian Vaksin difteri biasanya dilakukan
bersama-sama dengan tetanus (Vaksin DT) dan batuk rejan (vaksin DPT), sejak
bayi berumur 2 bulan (lihatlah jadwal imunisasi hal. 61). Mula-mula diberikan
dalam bentuk imunisasi dasar sebanyak 2-3 kali suntikan dengan jarak waktu
antara 2 suntikan 4-6 minggu. Kemudian disusul dengan imunisasi ulang pada umur
1 ½ – 2 tahun, menjelang umur 5 tahun dan menjelang umur 10 tahun.
Imunisasi ulang sewaktu diperlukan juga bila anak anda
berhubungan dengan anak lain yang menderita difteri. Jadi bila anak terjangkit
difteri, maka anak lain yang tinggal serumah harus mendapat imunisasi ulang
meski pun belum waktunya. Daya proteksi atau daya lindung vaksin difteri cukup
baik yaitu sebesar 80-95%.Reaksi pada vaksin ini Jarang terjadi, mungkin hanya
berupa demam ringan selama 1-2 hari. Indikasi kontranya Hanya pada anak yang
menderita demam tinggi atau sakit parah
E. Diptheria
Tetanus (DT)
Vaksin DT adalah vaksin yang mengandung Toksoid
Difteri dan Tetanus yang telah dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml
aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi
komponen vaksin per dosis sedikitnya 30 IU (International Unit) untuk potensi
Toksoid Difteri dan sedikitnya 40 IU untuk potensi Toksoid Tetanus.
Vaksin ini dibuat untuk keperluan khusus. Misalnya
anak yang diperbolehkan atau tidak lagi memerlukan imunisasi pertusis, tetapi
masih memerlukan imunisasi difteria atau tetanus. pemberian imunisasi dasar dan
ulangan sama dengan pada imunisasi DPT. Efek samping ini hanya berupa demam
ringan dan pembengkakan lokal di tempat suntikan selama 1 – 2 hari. Hanya
diberikan pada anak yang sakit parah atau sedang menderita demam tinggi. Dengan
pengawasan dokter, anak yang pernah kejang masih dapat diberikan imunisasi DT.
F. Poliomielitis
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio Trivalent
yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 (strain sabin)
yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan
dengan sukrosa.
Vaksin diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap
penyakit poliomielitis. Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang
masing-masing mengandung virus polio tipe I, II dan III, yaitu:
1.
Vaksin yang
mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang sudah dimatikan (vaksin Salk).
Cara pemberian vaksin ini ialah dengan penyuntikan.
2.
Vaksin yang
mengandung virus polio tipe I, II, dan II yang masih hidup, tetapi dilemahkan
(vaksin Sabin). Cara pemberiannya ialah melalui mulut dalam bentuk pil atau
cairan.
Di Indonesia yang lazim diberikan ialah vaksin jenis
Sabin. Kedua jenis vaksin tersebut mempunyai kebaikan dan kekurangannya.
Kekebalan yang diperoleh sama baiknya. Karena cara pemberiannya lebih mudah
melalui mulut, maka lebih sering dipakai jenis Sabin. Di beberapa negara
dikenal “Tetra vaccine” yang mengandung 4 jenis vaksin, yaitu kombinasi DPT dan
polio, cara pemberiannya dengan suntikan.
Poliomielitits
ialah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus polio. Virus polio akan
merusak bagian anterior (bagian muka) susunan saraf tulang belakang. Gejala
yang umum dan mudah dikenal ialah anak mendadak menjadi lumpuh pada salah satu
anggota geraknya, setelah ia menderita demam selama 2-5 hari. Bila kelumpuhan
itu terjadi pada otot pernafasan, mungkin anak akan meninggal karena sukar
bernafas. Penyakit ini dapat langsung menular dari seorang penderita polio atau
dengan melalui makanan.
Vaksin dasar
diberikan ketika anak berumur 2 bulan, sebanyak 2-3 kali. Jarak waktu antara 2
pemberian ialah 4-6 minggu. Sevaksinasi diberikan ketika anak berumur 1 ½ – 2
tahun, menjelang umur 5 tahun dan menjelang umur 10 tahun (lihatlah jadwal
imunisasi, hal 61). Vaksin polio dapat diberikan bersama dengan vaksin DPT.
Pada pemberian vaksin polio perlu diperhatikan bayi yang masih mendapat ASI.
Karena ASI mengandung zat anti terhadap polio, maka dalam waktu 2 jam setelah
minum vaksin polio bayi tersebut tidak diberi ASI dahulu. Zat anti yang
terdapat dalam ASI akan menghancurkan vaksin polio, sehingga imunisasi polio
menjadi gagal.
Sebenarnya
masalah ini masih dipertentangkan. Pada saat ini, banyak sarjana berpendapat
bahwa tidak ada pengaruh ASI terhadap imunisasi polio. ASI dapat diberikan
seperti biasa, karena sifat dan jenis antibodi pada ASI.Kekebalan Daya proteksi
vaksin polio sangat baik, yaitu sebesar 95-100%.Reaksi Vaksin biasanya tidak
ada, mungkin pada bayi akan terdapat berak-berak ringan dan Efek samping Pada
vaksin polio hampir tidak terdapat efek samping. Bila ada, mungkin berupa
kelumpuhan anggota gerak seperti pada penyakit polio sebenarnya.
Pada anak dengan
diare berat atau yang sedang sakit parah, imunisasi polio sebaiknya
ditangguhkan. Demikian pula pada anak yang menderita penyakit defisiensi
kekebalan tidak diberikan polio. Alasan untuk tidak memberikan vaksin polio
pada keadaan diare berat ialah kemungkinan terjadinya diare yang lebih parah.
Pada anak dengan penyakit batuk, pilek, demam atau diare ringan, imunisasi
polio dapat diberikan seperti biasanya.
G. Campak
(Morbili)
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang
dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective
unit virus strain CAM 70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30
mcg residu erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus
dilarutkan hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk
tujuan tersebut. Vaksin ini telah memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak.
Vaksin ini diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap
penyakit campak secar aktif. Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat
diperoleh dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering di
kombinasi dengan vaksin gondong/bengok (mumps) dan rubela (campak Jerman). Di
Amerika Serikat kemasan terakhir ini dikenal dengan nama MMR (Measles
Mumps-Rubela Vaccine).
Bayi yang baru lahir telah mendapat kekebalan pasif
terhadap penyakit campak dari ibunya ketika ia dalam kandungan. Makin lanjut
umur bayi, makin berkurang kekebalan pasif tersebut. Waktu berumur 6 bulan
biasanya bayi itu tidak mempunyai kekebalan pasif lagi. Dengan adanya kekebalan
pasif ini sangatlah jarang seorang bayi menderita campak pada umur kurang dari
6 bulan.
Menurut WHO (1973) imunisasi campak cukup dilakukan
dengan 1 kali suntikan setelah bayi berumur 9 bulan. Lebih baik lagi setelah ia
berumur lebih dari 1 tahun. Karena kekebalan yang diperoleh berlangsung seumur
hidup, maka tidak diperlukan revaksinasi lagi. Di Indonesia keadaannya
berlainan. Kejadian campak masih tinggi dan sering dijumpai bayi menderita
penyakit campak ketika ia berumur antara 6-9 bulan, jadi pada saat sebelum
ketentuan batas umur 9 bulan untuk mendapat vaksinasi campak seperti yang
dianjurkan WHO. Dengan memperhatikan kejadian ini, sebenarnya imunisasi campak
dapat diberikan sebelum bayi berumur 9 bulan, misalnya pada umur antara 6-7
bulan ketika kekebalan pasif yang diperoleh dari ibu mulai menghilang. Akan
tetapi kemudian ia harus mendapat satu kali suntikan ulang setlah berumur 15
bulan.
Daya proteksi imunisasi campak sangat tinggi, yaitu
96-99%. Menurut penelitian, kekebalan yang diperoleh ini berlangsung seumur
hidup, sama langgengnya dengan kekebalan yang diperoleh bila anak terjangkit
campak secara alamiah.
Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi.
Mungkin terjadi demam ringan dan nampak sedikit bercak merah pada pipi di bawah
telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan. Mungkin pula terdapat
pembengkakan pada tempat suntikan.
Dan untuk efek saampingnya Sangat jarang, mungkin
terdapat kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke 10-12 setelah
penyuntikan. Selain itu dapat terjadi radang otak, berupa ensefalitis atau
ensefalopati, dalam waktu 30 hari setelah imunisasi. Tetapi kejadiannya sangat
jarang, yaitu 1 diantara 1 juta suntikan. Angka ini jauh lebih rendah
dibandingkan dengan kejadian radang otak akibat penyakit campak alamiah yang
sebesar 1 diantara 250 kasus. Dengan demikian risiko untuk terjadinya radang
otak akibat infeksi alamiah 2.500 kali lebih besar daripada akibat.
Menurut WHO (1963), indikasi kontra hanya berlaku
terhadap anak yang sakit parah, yang menderita TBC tanpa pengobatan, atau yang
menderita kurang gizi dalam derajat berat. Vaksinasi campak sebaiknya juga
tidak diberikan pada anak dengan penyakit defisiensi kekebalan. Juga tidak
diberikan pada anak yang menderita penyakit keganasan atau sedang dalam
pengobatan penyakit keganasan. Karena belum terkumpulnya cukup informasi
ilmiah, sebaiknya imunisasi campak pada ibu hamil ditangguhkan. Pada anak yang
pernah kejang, imunisasi campak dapat diberikan seperti biasanya, asalkan
dengan pengawasan dokter.
H. Hepatitis-B
(DNA recombinant)
Vaksin Hepatitis B Rekombinan adalah vaksin virus
rekombinan yang telah diinaktivasi dan bersifat non-infectious, berasal dari
HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan
teknologi DNA rekombinan. Vaksin ini merupakan suspensi berwarna putih yang
diproduksi dari jaringan sel ragi yang mengandung gen HBsAg, yang dimurnnikan
dan diinaktivasi melalui beberapa tahap proses fisiko kimia seperti
ultrasentrifuse,kromatografi kolom, dan perlakuan dengan formaldehid.
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif
terhadap penyakit hepatitis B. Penyakit ini dalam istilah sehari-hari lebih
dikenal dengan nama penyakit lever. setelah diteliti bahwa virus
hepatitis B mempunyai kaitan erat dengan terjadinya penyakit lever tadi. Vaksin
terbuat dari plasma carrier hepatitis B yang sehat dengan cara pengolahan
tertentu.
Dari bahan
plasma tersebut dapat dipisahkan dan dimurnikan bagian virus yang dapat dipakai
dalam pembuatan vaksin lebih lanjut. Di kalangan masyarakat dikhawatirkan
pemakaian vaksin yang terbuat dari plasma karena adanya berita akibat samping
berupa penyakit AIDS. Namun setelah pemakaiannya yang lebih dari 10 tahun,
ternyata tidak didapatkan adanya efek samping yang berarti. WHO melaporkan pula
bahwa pemakaian vaksin tersebut cukup aman dan bebas dari penyakit AIDS.
Virus hepatitis B yang masuk dalam tubuh akan
berkembang biak di dalam jaringan hati dan kemudian merusaknya. Gejala utama
penyakit hepatitis ialah kekuningan pada mata, rasa lemah, mual, muntah, tidak
nafsu makan dan demam.
Terhadap
penyakit kanker terjadinya penularan hepatitis B, di antaranya:
1. Melalui tusukan di kulit dan jaringan tubuh lainnya,
misalnya dengan suntikan biasa, tusukan anting, tato, akupunktur, goresan luka,
tindakan operasi termasuk perawatan gigi
2. Pemindahan cairan tubuh, misalnya melalui susu ibu,
bersenggama, berciuman, tindakan operasi
3. Melalui darah atau plasma waktu transfuse
4. Selama masa janin dengan melalui uri, meskipun
penularan cara ini jarang terjadi.
Vaksinisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian
suntikan dasar sebanyak 2 atau 3 kali dengan jarak waktu 1 bulan. Selanjutnya
dilakukan 1 kali imunisasi ulang dalam waktu 5-12 bulan setelah imunisasi
dasar. Revaksinasi berikutnya diberikan setiap 5 tahun. Cara pemberian
imunisasi dasar di atas mungkin berbeda, karena tergantung dari jenis vaksin
yang dibuat oleh pabrik. Misalnya imunisasi dasar dengan memakai vaksin buatan
Pasteur Prancis berbeda dengan penggunaan vaksin MSD Amerika Serikat.
Di samping itu
perlu diberikan pula imunisasi pasif, khusus bagi bayi yang dilahirkan dari
seorang ibu yang mengidap virus hepatitis B. Caranya yaitu dengan pemberian
imunoglobulin khusus dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir. Kemudian dalam
waktu 7 hari berikutnya bayi ini harus sudah mendapat imunisasi aktif dengan
penyuntikan vaksin hepatitis B.
Mengingat daya
tularnya yang tinggi dari ibu kepada bayi, sebaiknya ibu hamil memeriksakan
darahnya untuk pemeriksaan hepatitis B, sehingga dapat dipersiapkan tindakan
yang diperlukan menjelang kelahiran bayi.
Dari berbagai hasil penelitian, ternyata bahwa vaksinasi hepatitis B tidak hanya perlu diberikan pada anak dan bayi baru lahir, tetapi juga pada orang dewasa, khususnya mereka yang bertempat tinggal di suatu negara dengan angka kejadian penyakit yang tinggi. Pemberian vaksinasi pun perlu dilaksanakan terhadap karyawan kesehatan yang dalam pekerjaan sehari-harinya berhubungan dengan penderita atau material manusia (darah, tinja, air kemih). Mereka itu ialah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, pegawai laboratorium. Selanjutnya dianjurkan pula pemberian vaksinasi terhadap turis yang akan berwisata ke negara atau daerah endemik.
Dari berbagai hasil penelitian, ternyata bahwa vaksinasi hepatitis B tidak hanya perlu diberikan pada anak dan bayi baru lahir, tetapi juga pada orang dewasa, khususnya mereka yang bertempat tinggal di suatu negara dengan angka kejadian penyakit yang tinggi. Pemberian vaksinasi pun perlu dilaksanakan terhadap karyawan kesehatan yang dalam pekerjaan sehari-harinya berhubungan dengan penderita atau material manusia (darah, tinja, air kemih). Mereka itu ialah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, pegawai laboratorium. Selanjutnya dianjurkan pula pemberian vaksinasi terhadap turis yang akan berwisata ke negara atau daerah endemik.
Kekebalan Daya
proteksi vaksin hepatitis B cukup tinggi, yaitu berkisar antara 94-96%. Reaksi
vaksin yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan yang mungkin
disertai dengan timbulnya rasa panas atau pembengkakan. Reaksi ini akan
menghilang dalam waktu 2 hari. Reaksi lain yang mungkin terjadi ialah demam
ringan. Efek samping Selama pemakaian 10 tahun ini, tidak dilaporkan adanya
efek samping yang berarti. Berbagai suara di masyarakat tentang kemungkinan
terjangkit oleh penyakit AIDS, merupakan pemberitaan yang dibesar-besarkan.
Dengan penelitian yang luas, WHO tetap menganjurkan pelaksanaan imunisasi hepatitis
B.
Vaksin tidak
dapat diberikan kepada anak yang menderita sakit berat. Vaksinasi hepatitis B
ini dapat diberikan kepada ibu hamil dengan nama aman dan tidak akan
membahayakan janin. Bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin selama
dalam kandungan ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.
I. Vaksin
Tipa (tifus, paratifus A-B-C)
Vaksin ini diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif
terhadap penyakit tifus dan paratifus. Vaksinasi ini tidak dimasukkan dalam
prioritas Departemen Kesehatan untuk Program Pengembangan Imunisasi, walaupun
kejadian penyakit tifus dan paratifus di Indonesia masih tinggi. Kebijakan ini
didasarkan pertimbangan karena penyakit tersebut pada anak tidak berbahaya dan
jarang menimbulkan komplikasi. Berlainan sekali dengan pada orang dewasa yang
tidak jarang dapat menimbulkan kematian. Namun demikian tetap dianjurkan untuk
memberikan imunisasi tifus dan paratifus pada anak.
Untuk bepergian ke beberapa negara pun masih
diperlukan keterangan vaksinasi terhadap tifus dan paratifus. Vaksinasi
dianjurkan pula bagi turis yang akan berkunjung ke negara tropis dengan
kejadian penyakit yang masih tinggi. Vaksin tipa mengandung bakteria Salmonela
typhi dan Salmonela paratyphi A-B-C yang telah dimatikan dengan memakai bahan
kimia. Vaksin ini masih diproduksi di dalam negeri oleh Perum, Biofarma,
Bandung.
Penyakit ini biasanya terjadi setelah anak berumur 2
tahun. Perjalanan penyakitnya tidak membahayakan. Tetapi sering mengkhawatirkan
orang tua karena gejala demamnya yang tinggi dan dapat berlangsung selama lebih
dari 1 minggu. Berlainan halnya dengan pada orang dewasa, komplikasi penyakit
tifus jarang terjadi pada anak.
Penularan terjadi melalui mulut karena makanan yang
kurang bersih dan mengandung bakteria Salmonela. Pencegahan penularan penyakit
mengalami berbagai hambatan, di antaranya karena banyaknya carrier yang
merupakan sumber penularan penyakit. Sering terjadi seorang juru masak menjadi
biang keladi penularan, karena sebagai carrier dapat menyebarkan penyakit ke
seluruh anggota keluarga di rumah, kapal laut, asrama, rumah makan dan
sebagainya.
Cara Vaksin/imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali,
masing-masing pada umur 15 bulan, 16 bulan dan 17 bulan. Beberapa sarjana
menyarankan agar vaksinasi diberikan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun,
karena jarangnya kejadian penyakit ini pada anak yang lebih muda. Revaksinasi
dilakukan setiap tahun dengan 1 kali suntikan , Revaksinasi juga
diberikan pula bila sewaktu-waktu ada wabah atau kontak dengan penderita
serumah. Demikian pula pada orang dewasa, revaksinasi hendaknya diberikan
setiap 3 tahun.
Cara pemberian imunisasi adalah dengan penyuntikan
“bawah kulit” pada lengan atas atau dengan penyuntikan “dalam kulit” pada
lengan bawah depan seperti halnya suntikan pada uji Mantoux. Ada yang
berpendapat bahwa suntikan pertama dilakukan “bawah kulit” dan suntikan
berikutnya “dalam kulit”
.Reaksi yang sering terjadi ialah demam yang timbul 1
hari setelah penyuntikan. Demam ini dapat berlangsung selama 1-3 hari. Sering
pula dijumpai reaksi lokal berupa pembengkakan di tempat suntikan disertai
dengan rasa nyeri pada pergerakan. Dan gejala menggigil dalam waktu 1 jam
setelah penyuntikan. Keadaan menggigil ini biasanya akan menghilang sendiri 15
menit kemudian. Pada penyuntikan “dalam kulit” reaksi tersebut di atas terjadi
dalam bentuk yang lebih ringan dan biasanya tidak disertai adanya reaksi
menggigil. Reaksi yang dijumpai pada penyuntikan “dalam kulit” biasanya hanya
reaksi kemerahan kulit di tempat suntikan.
Bila terjadi demam tinggi dapat diberikan obat penawar panas, seperti parasetamol, biogesic, tempra dan sebagainya. Pada tekanan menggigil dapat diberikan selimut dan ujung tangan/kaki digosok dengan minyak kayu putih atau minyak gandapura. Kompres dengan air hangat dapat diberikan untuk reaksi kemerahan kulit pada tempat suntikan.
Bila terjadi demam tinggi dapat diberikan obat penawar panas, seperti parasetamol, biogesic, tempra dan sebagainya. Pada tekanan menggigil dapat diberikan selimut dan ujung tangan/kaki digosok dengan minyak kayu putih atau minyak gandapura. Kompres dengan air hangat dapat diberikan untuk reaksi kemerahan kulit pada tempat suntikan.
Jarang terjadi efek samping imunisasi. Bila vaksin
diberikan tipa diberikan kepada ibu hamil mungkin dapat menyebabkan keguguran
atau kelahiran bayi kurang bulan. Selain itu vaksinasi dapat menimbulkan
kelainan jantung atau kelainan jantung atau kelainan ginjal bila diberikan
kepada mereka yang memang sebelumnya telah berpenyakit jantung atau menderita
kelainan ginjal.Kekebalannya Daya lindung vaksinasi tifus dan paratifus cukup
baik. untukI ndikasi kontra Bagi anak pada dasarnya tidak ada indikasi kontra
untuk pemberian imunisasi tipa, kecuali pada anak yang panas tinggi atau sedang
sakit parah. Vaksinasi tipa hendaknya dilakukan secara berhati-hati dan dengan
pertimbangan khusus bila diberikan kepada ibu hamil atau mereka yang pernah
menderita penyakit jantung atau penyakit ginjal.
J. Vaksin
Gondong (Bengok, Parotitis)
Pemberian vaksin bertujuan untuk menimbulkan kekebalan
terhadap penyakit gondong/bengok. Istilah asing untuk penyakit ini ialah
parotitis (Latin) atau mumps (Inggris). Penyakit ini disebabkan oleh sejenis
virus. Vaksin parotitis ini terbuat dari jenis virus gondong yang telah
dilemahkan.
Penyakit gondong merupakan penyakit infeksi virus pada kelenjar air liur. Penyakit ini sebenarnya tidak berbahaya, tetapi sewaktu-waktu dapat memberikan komplikasi yang cukup serius. Komplikasi yang paling pembengkakan di daerah pipi yang biasanya tidak nyeri tekan. Selain itu dapat timbul pula rasa kurang enak badan yang tidak menentu, nyeri kepala dan rasa sakit bila menelan atau bila mengeluarkan air liur. Penyakit ini akan mereda dan sembuh dalam waktu 7-8 hari.
Penyakit gondong merupakan penyakit infeksi virus pada kelenjar air liur. Penyakit ini sebenarnya tidak berbahaya, tetapi sewaktu-waktu dapat memberikan komplikasi yang cukup serius. Komplikasi yang paling pembengkakan di daerah pipi yang biasanya tidak nyeri tekan. Selain itu dapat timbul pula rasa kurang enak badan yang tidak menentu, nyeri kepala dan rasa sakit bila menelan atau bila mengeluarkan air liur. Penyakit ini akan mereda dan sembuh dalam waktu 7-8 hari.
Vaksin diberikan pada anak berumur lebih dari 12
bulan. Selain itu juga pada orang dewasa yang belum pernah menderita penyakit
gondong. Karena masih adanya kekebalan alamiah pasif dari ibu, tidak dianjurkan
pemberian imunisasi pada anak kurang dari 12 bulan. Imunisasi cukup diberikan
dengan 1 kali suntikan tanpa revaksinasi, bila imunisasi dilakukan pada anak
yang berumur lebih dari 12 bulan. Kekebalan Daya lindung vaksin gondong sangat
baik, yaitu sebesar 97% pada anak dan 93% pada orang dewasa.
Biasanya jarang terjadi reaksi imunisasi. Bila ada dapat berupa kenaikan suhu ringan atau rasa sakit dan panas pada tempat suntikan yang berlangsung selama 1-2 hari. Efek sampingnya pun sangat jarang dijumpai. Bila ada,mungkin dapat berupa radang otak, timbulnya bercak merah dan rasa gatal pada kulit
Biasanya jarang terjadi reaksi imunisasi. Bila ada dapat berupa kenaikan suhu ringan atau rasa sakit dan panas pada tempat suntikan yang berlangsung selama 1-2 hari. Efek sampingnya pun sangat jarang dijumpai. Bila ada,mungkin dapat berupa radang otak, timbulnya bercak merah dan rasa gatal pada kulit
.Sebaiknya vaksinasi tidak dilakukan pada ibu hamil,
karena belum lengkapnya informasi mengenai pengaruh vaksin terhadap janin.
Vaksinasi juga tidak diberikan pada penderita dengan keganasan atau yang dalam
pengobatan terhadap penyakit keganasan. Kita
bisa membagi jenis vaksin yang ada berdasarkan hal hal berikut :
1. Pembedaan jenis vaksin dari antigen yang dipergunakan untuk merangsang sistim imunologi/daya
pertahanan tubuh membuat zat antobody.
2. Pembedaan vaksin atas dasar cara membuat vaksin tersebut, sehingga kita mengenal
adanya vaksin hidup yang
dilemahkan (live attenuated
vaccine) dan vaksin mati
(killed Vaccine/ inactivated vaccine).
3. Juga kita dikenalkan dengan adanya vaksin Monovalent dan vaksin Polivalent
4. Pembedaan vaksin
untuk imunisasi bayi anak, dan vaksin
untuk imunisasi orang dewasa dan orang
berusia lanjut
5. Pembedaan vaksin berdasarkan tujuan pemakaiannya, misalnya ada vaksin wisatawan, bagi wisatawan yang akan berkunjung ke suatu
daerah dengan endemik penyakit infeksi tertentu, vaksin wanita hamil untuk mencegah keguguran janin (abortus)
dan mencegah janin lahir dengan cacat fisk bawaan (anomali congenital)
6. Vaksin masa depan : misalnya vaksin utuk malaria, vaksin untuk demam
berdarah dengue, vaksin untuk tumor otak Glioblastoma, vaksin untuk kanker
Prostate, vaksin untuk diabetes dll.
2.4 Kontraindikasi vaksin
1. Vaksin BCG Kering
a. Indikasi : Digunakan sebagai pencegahan terhadap
penyakit TBC Bagi mereka yang bereaksi Negatif terhadap tes Tuberkulin.
b. Kontra Indikasi : Bila reaksi mantoux positif
pelindungan yang diberikan oleh Vaksinasi ini adalah untuk 10-15 tahun.
c. Efek samping : Timbul ulserasi dan abses pada tempat
injeksi yang kemudian terjadi parut. Beberapa Tuberkulostatika dapat mengurangi
efektifitas vaksinasi karena perlipat gandaan mycobacterium terhambat.
d. Dosis : Bayi kurang dari 1 tahun 0,05 ml . i.k: anak
< 1 tahun 0,1ml i.k . imunisi ulang usia 5-7 th 0,1 ml dan usia 12-15 th 0,1
ml.
2. Vaksin Campak kering
a.
Dosis : Anak
mulai umur 9 bulan s.k. 1 dosis 0,5 ml dari vaksin yang telah dilarutkan.
b.
Efek saamping :
terdapat kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke 10-12 setelah
penyuntikan.
c.
Vaksin Hepatitis
B rekombinan
d.
Indikasi :
Digunakan untuk imunisasi aktif terhadap infeksi yang disebabkann oleh HBV
tidak untuk hepatitis A atau C. khusus di anjurkan bagi mereka yang memiliki
resiko tinggi terhadap infeksi oleh virus ini. Misalnya penderika hemofili,
pasen hemodialisis dan orang yang sering mendapatkan transpusi darah pencandu
obat bius suntik dan homoseksual.
e.
Wanita hamil :
Vaksinasi tidak di anjurkan karena efek antigen terhadap janin belum diketahui
f.
Dosis : Vaksin
terdiri dari 3 dosis yang disuntikan i.m. dengan interval 1 dan 6 bulan (Pada
bulan 1, 2, daan 7). Kemudian setiap 5 th setelah imunisasi dasar
3. Vaksin kolera
a. Tiap mili mengandung suspense dfari 4 miliar kuman
Vibrio cholerae inaba resp.ogawa yang telah dimatikan melalui pemanasan.
Kadang-kadang juga digunakan tipe EL tor. Perlindungan (terbatras) yang
diberikan oleh vaksinasi ini terhadap kolera menurun setelah 3-6 bulan.
b. Dosis : untuk inunisasi dasar s.k. 2 dosis dengan
jarak 4-6 minggu. Dosis sesuai usia.
4. Obat Golongan antihistamin
Merupakan Vaksin antiserum dan imonologikal untuk
mengendalikan/ mencagah alergi dalam jangka waktu panjang. Mekanismenya bekerja
menghambat reseptor H1 (AH1) yang menyebabkan timbulnya reaksi alergi akibat
dilepaskannya histamin. Histamin inilah yang kemudian menimbulakn Reaksi
vaksin/imunisasi seperti gatal-gatal, rauim kemerahan, pikek, bersin,dll.
2.5 Jenis- jenis Kekebalan Tubuh
Respons kekebalan tubuh terhadap antigen dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kekebalan humoral (antibody-mediated
immunity) dan kekebalan seluler (cell-mediated immunity).
a. Kekebalan Humoral
Kekebalan humoral melibatkan aktivitas sel B dan
antibodi yang beredar dalam cairan darah dan limfe. Ketika suatu antigen masuk
ke dalam tubuh untuk pertama kalinya, sel B pembelah akan membentuk sel B
plasma dan sel B pengingat. Sel B plasma akan menghasilkan antibodi yang
berfungsi mengikat antigen. Dengan demikian, makrofag akan lebih mudah
menangkap dan menghancurkan patogen. Setelah infeksi berakhir, sel B plasma
akan mati, sedangkan sel B pengingat akan tetap hidup dalam waktu lama.
Serangkaian respons terhadap patogen ini disebut respons kekebalan primer.
Apabila antigen yang sama masuk kembali ke dalam
tubuh, sel B pengingat akan mengenalinya dan menstimulasi pembentukan sel B
plasma. Sel B plasma berfungsi memproduksi antibodi. Respons tersebut dinamakan
respons kekebalan sekunder. Respons kekebalan sekunder terjadi lebih cepat dan
lebih besar dibandingkan respons kekebalan primer. Hal ini dikarenakan adanya
memori imunologi, yaitu kemampuan sistem imun untuk mengenali antigen yang
pernah masuk ke dalam tubuh.
b. Kekebalan Seluler
Kekebalan seluler melibatkan sel T yang bertugas
menyerang sel-sel asing atau jaringan tubuh yang terinfeksi secara langsung.
Ketika sel T pembunuh kontak dengan antigen pada permukaan sel asing, sel T
pembunuh akan menyerang dan menghancurkannya dengan cara merusak membran sel
asing. Apabila infeksi telah berhasil ditangani, sel T supresor akan
menghentikan respons kekebalan dengan cara menghambat aktivitas sel T pembunuh
dan membatasi produksi antibodi.
Berdasarkan cara memperolehnya, kekebalan tubuh
dibedakan menjadi:
a. Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif merupakan kekebalan yang dihasilkan
oleh tubuh itu sendiri. Kekebalan ini dapat diperoleh secara alami dan secara
buatan. Kekebalan aktif alami diperoleh setelah seseorang mengalami sakit
akibat infeksi suatu kuman penyakit. Setelah sembuh dari sakit, orang tersebut
akan menjadi kebal terhadap penyakit tersebut. Sebagai contoh, orang yang
pernah sakit campak tidak akan terkena penyakit tersebut untuk kedua kalinya.
Adapun kekebalan aktif buatan diperoleh melalui vaksinasi. Vaksinasi adalah
proses pemberian vaksin ke dalam tubuh.
Vaksin merupakan siapan antigen yang diberikan secara oral (melalui mulut) atau melalui suntikan
untuk merangsang mekanisme pertahanan tubuh terhadap patogen. Vaksin dapat
berupa suspensi mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dimatikan. Vaksin
juga dapat berupa toksoid atau ekstrak antigen dari suatu patogen yang telah
dilemahkan. Vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh akan menstimulasi pembentukan
antibodi untuk melawan antigen. Akibatnya, tubuh akan menjadi kebal terhadap
penyakit jika suatu saat penyakit tersebut menyerang.
b. Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif merupakan kekebalan yang diperoleh
setelah menerima antibodi dari luar. Kekebalan ini dapat diperoleh secara alami
dan buatan. Kekebalan pasif alami dapat ditemukan pada bayi setelah menerima
antibodi dari ibunya melalui plasenta saat masih berada di dalam kandungan.
Jenis kekebalan ini juga dapat diperoleh dengan pemberian air susu pertama
(kolostrum) yang mengandung banyak antibodi.
Sementara itu, kekebalan pasif buatan diperoleh dengan
cara menyuntikkan antibodi yang diekstrak dari satu individu ke tubuh orang
lain sebagai serum. Kekebalan pasif ini berlangsung singkat, tetapi berguna
untuk penyembuhan secara cepat. Contoh pemberian serum antibisa ular pada orang
yang dipatuk ular berbisa.
2.6
Vaksin Handling
Setelah diproduksi dalam jumlah besar, pengiriman
vaksin yang sebenarnya dan administrasi yang paling penting untuk menjadi
sukses dalam mencegah penyakit. Administrasi vaksin telah secara tradisional
melalui suntikan tetapi beberapa metode pengiriman vaksin baru juga sedang
dieksplorasi hari ini. Metode baru ini diharapkan untuk meningkatkan kepatuhan
populasi umum, kemudahan administrasi dan membantu dalam cakupan yang lebih
besar.
Sebelum administrasi vaksin membutuhkan persiapan yang
memadai dan penanganan.
1. Jarum dan Jarum Suntik Pilihan
Jarum suntik
seleksi penting dengan baru steril jarum dan jarum suntik yang digunakan untuk
setiap injeksi. Vaksin disuntikkan dapat disampaikan dalam 1-mL atau 3-mL
syringe selama dosis yang ditetapkan disampaikan. Pemilihan jarum-jarum harus
cocok untuk situs injeksi dan rute vaksin administrasi. Ukuran jarum juga
tergantung pada ukuran individu, volume dan viskositas vaksin, dan teknik.
Biasanya, vaksin tidak sangat kental sehingga jarum halus gauge (22-25 gauge)
bisa digunakan.
2. Tanggal Kadaluarsa
Sebelum
administrasi, botol vaksin dan pengencer perlu diperiksa secara menyeluruh. Hal
ini dilakukan untuk tempat kerusakan atau pencemaran sebelum digunakan. Tanggal
kadaluarsa yang dicetak pada botol atau kotak harus diperiksa. Vaksin dapat
digunakan melalui hari terakhir dari bulan yang ditunjukkan oleh tanggal
kedaluwarsa, kecuali dinyatakan lain pada paket label. Vaksin kadaluarsa atau
pengencer harus tidak pernah digunakan.
3. Penambahan Penencer atau Pemulihan
Beberapa vaksin
disiapkan dalam bentuk lyophilized (beku-kering). Cairan pengencer (biasanya
steril saline atau air suling) disediakan di ampoule terpisah untuk pemulihan.
Setiap pengencer khusus untuk vaksin sesuai dalam volume, kemandulan, pH, dan
keseimbangan kimia. Jika pengencer salah digunakan, dosis vaksin tidak sah dan
perlu diulang menggunakan pengencer benar. Vaksin harus dilarutkan sebelum
administrasi. Setelah pemulihan botol perlu gelisah atau terguncang untuk aduk
vaksin dan memperoleh suspensi seragam sebelum menarik setiap dosis.
4. Rute Vaksin Administrasi
Rute
administrasi untuk kebanyakan vaksin meliputi:
a. Rute oral (PO) - direkomendasikan untuk vaksin
Rotavirus, tipus vaksin dan polio vaksin
b. Subcutaneous (subcut) rute - subkutan suntikan diatur
ke jaringan lemak yang ditemukan di bawah ini dermis (tepat di bawah kulit) dan
di atas jaringan otot. Fitur situs subkutan untuk vaksin administrasi adalah
paha (untuk bayi muda dari 12 bulan usia) dan trisep luar atas lengan (untuk orang
12 bulan dan lebih tua).
c. Rute intramuskular (IM) -ini diatur ke dalam
jaringan otot di bawah kulit dan jaringan subcutaneous. Semua vaksin yang
aktif, dengan pengecualian satu formulasi vaksin meningococcal polisakarida
(MPSV4), yang diberikan oleh rute intramuskular.
Ada hanya dua
situs IM rutin direkomendasikan untuk administrasi vaksin, m. vastus lateralis
otot (anterolateral paha) dan otot deltoid (lengan atas). Pada bayi paha adalah
fitur situs untuk injection karena menyediakan besar massa otot. Otot-otot
pantat tidak digunakan untuk administrasi vaksin pada bayi dan anak. Hal ini
karena teknik ini mungkin melukai skiatik saraf. Pada orang dewasa otot deltoid
dari lengan atas dipilih.
a. Rute intradermal (ID) - situs administrasi adalah
wilayah deltoideus lengan atas. Injeksi diatur tepat di bawah kulit atau
lapisan dermis kulit.
b. Rute intranasal (NAS) - vaksin influenza diinaktivasi
hidup adalah vaksin hanya dikelola oleh rute hidung.
5. Teknik Pengiriman
Metode pengiriman vaksin terbaru meliputi penggunaan vaksin oral. Vaksin
polio adalah vaksin oral pertama untuk dikembangkan. Hasilnya sangat positif
bahwa kemudahan vaksin meningkat secara dramatis. Dengan vaksin oral ada banyak
sekali keuntungan termasuk kemudahan administrasi, ada risiko kontaminasi
darah, lebih stabilitas, kurang kemungkinan untuk membekukan, kurang perlu
untuk menjaga dan memelihara jaringan dingin dan mengurangi biaya.
Suntikan jarum gratis adalah
injector jet yang telah dikembangkan untuk mengurangi risiko luka tertusuk
jarum untuk kesehatan personil dan mencegah tidak layak penggunaan jarum suntik
dan jarum. Metode lain adalah pendekatan microneedle, yang masih dalam tahap
pembangunan. Di sini menunjuk proyeksi dibuat menjadi array yang dapat
memungkinkan pengiriman vaksin melalui kulit. Pengiriman vaksin oleh semprotan
hidung juga mencoba. Teknik terbaru termasuk menggunakan liposom untuk
pengiriman vaksin dan penggunaan plasmid. Plasmid dapat digunakan dalam vaksin
kanker.
6. Situasi Khusus untuk Vaksin Administrasi
Beberapa situasi
mandat pencegahan khusus. Ini termasuk:
a. Beberapa vaksinasi - jika lebih dari satu vaksin yang
perlu diberikan, administrasi setiap persiapan di sebuah situs anatomi yang
berbeda diinginkan. Untuk bayi dan anak-anak muda, jika lebih dari dua vaksin
disuntikkan di tungkai tunggal, paha adalah situs pilihan karena semakin besar
massa otot.
b. Vaksinasi pada pasien dengan pendarahan gangguan -
mereka dengan kondisi ini cenderung berdarah deras. Pasien dapat mengembangkan
berukuran lebih atau memar pada suntikan.
c. Akut reaksi vaksin - mungkin ada reaksi alergi atau
lainnya yang parah pada vaksin administrasi. Meskipun jarang, teliti skrining
untuk kontraindikasi dan tindakan pencegahan sebelum vaksinasi sering dapat
mencegah reaksi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Vaksin adalah suatu bahan yang di yakini dapat
melindungi orang terhadap penyakit. Vaksin dibuat dari virus dan bakteri
pathogen yang di siapkan untuk di suntikan kedalam tubuh sehingga dapat
membantu memerangi penyakit yang lebih ganas atau di dapat secara alami. Tujuan
utama vaksin adalah merangsang pembentukan antibody dengan konsentarasi yang
cukup tinggi untuk menghilangkan perjalanan pathogen, sehingga mencegah mereka
yang mendapat kan vaksinasi dari tejangkitnya penyakit.
3.2. Saran
Saran kami agar makalah ini dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menambah wawasan kita
semua tentang Pemberian Vaksin.
Serta kita semua mengetahui fungsi dan manfaat vaksin bagi
tubuh kita. Khususnya bagi tenaga kesehatan.
DAFTAS PUSTAKA
Merck, Sharp & Dohme. Hepatitis B Prevention :
Mass immunisation called for. Asian Medical News, July 9, 1991.
Sulaiman HA. Hepatitis dan permasalahannya menjelang
tahun 2000. Pidato pengukuhan Guru Besar Universitas Indonesia, Mei 1992.
Sulaiman HA. Infeksi virus hepatitis B, sirosis hati
dan karsinoma hepatoseluler. Disertasi Kobe University School of Medicine,
1989.

Komentar
Posting Komentar