Golongan Obat Vaksin


MAKALAH FARMAKOLOGI
GOLONGAN OBAT VAKSIN




NAMA                : Alvionita
NIM                    : 16150145
KELAS               : B13.2











PRODI D-III KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2016






BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang      
Vaksin awal mula ditemukan sekitar abad ke-7 , seketika sekelompok orang Buddhis memutuskan bahwa mereka bisa menjadi imun terhadap efek dan racun ular dengan minuman suatu bahan yang sangat bau. Pada tulisan Cina pada abad ke-16 , dijelaskan bagaimana orang mengkontakan diri dengan cacar air yaitu dengan menempatkan bubuk kerak dari anak-anak yang terinfeksi ke dalam hidung anak-anak yang sehat.  Mereka berpikir bahwa mereka bisa membantu mencegah suatu penyakit atau kondidi dengan mengkontakkan diri dengan sebentuk bahan yang menjadi penyebabnya. Tetapi pada saat itu mereka belum sepenuhnyamemahami apa yang mereka lakukan. 
Pada akhir abad ke-18, Edward Jenner menemukan bahwa pengkontakkan dengan penyakit hewan cacar sapi, membuat orang imun terhadap penyakit cacar air manusia yang mematikan. Ini adalah konsep yang pada saat itu dianggap membantu meyelamatkan manusia, juga menghadirkan kemungkinan bahwa ada penyakit lain yang juga ditularkan bersamaan dengan virus yang dimasukan.
Diantara saat Jenner mempublikasikan karyanya pada tahun 1798 dan Louis Pasteur mengembangkan vaksin rabies yang pertama untuk manusia ditahun 1885, beberapa ahli ilmu termasuk Pasteur, memilih masalah ini. Pada saat itu, Pasteur memajukan konsep atenuasi atau pelemahan, yaitu penggunaan bentuk virus yang telah dilemahkan untuk menghasilkan imunisasi. Pasteur menemukan bahwa bentuk yang sudah dilemahkan dari kolera ayam sangat efektif dalam mencegah penyakit.     
Sekarang ini Vaksin atenuasi digunakan secara luas. Protes terhadap pemakaian vaksin juga bukan suatu pemakaian yang baru. Ketika Pasteur memperkenalkan Vaksin rabiesnya untuk manusia di tahun 1885, baik para dokter maupun masyarakat memprotes penggunaannya. Pada pergantian abad, tentara inggris yang berperan diperang Boer di Afrika Selatas memproses keras suntikan melawan penyakit tifoid yang berbahaya. Pada dekade berikutnya berikutnya rasa takut pada polio begitu besar, sehingga imunisasi massal dengan suntikan vaksin salk yang dimualai th 1955 disambut terbuka. Tetapi ternyata Vaksin salk tidak bisa memberikan perlindungan penuh terhadap virus polio , sehingga dikenalkan Vaksin hidup oral dari sabin tahun 1961, yang menawarkan imunitas yang lebih luas. Sekarang ini vaksin oral tidak bisa lagi dianjurkan karena telah terbukti menyebabkan polio pada beberapa penerimanya dan orang-orang yang berkontak akrab dengan mereka yang baru divaksinisasi. Sejarahnya masih terus berjalan , vaksin baru dan formula baru dari vaksin yang sudah ada masih terus dikembangkan hingga sat ini.
 
1.2   Tujuan
Adapun tujuan umum dan khusus dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1.      Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mendapatkan nilai tugas dari dosen mata pelajaran.
2.      Tujuan khusus
a.       Memberi pengetahuan tentang Golongan Obat Vaksin kepada mahasiswa kesehatan khususnya kebidanan.
b.      Memberi pengembangan pendidikan mengenai Golongan Obat Vaksin di Bidang Kebidanan.
1.3  Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
a.  Guna menambah wawasan mahasiswa mengenai materi yang dibahas dalam makalah ini
b.  Mengembangkan pemahaman mahasiswa tentang Golongan Obat Vaksin
c.  Meningkatkan keterampilan para mahasiswa dalam membuat makalah.
BAB II   
PEEMBAHASAN
2.1    Devinisi Vaksin
Vaksin adalah suatu bahan yang di yakini dapat melindungi orang terhadap penyakit. Vaksin dibuat dari virus dan bakteri pathogen yang di siapkan untuk di suntikan kedalam tubuh sehingga dapat membantu memerangi penyakit yang lebih ganas atau di dapat secara alami. Tujuan utama vaksin adalah merangsang pembentukan antibody dengan konsentarasi yang cukup tinggi untuk menghilangkan perjalanan pathogen, sehingga mencegah mereka yang mendapat kan vaksinasi dari tejangkitnya penyakit.    
Tujuan pemberian vaksin adalah merangsang imunitas seluler maupun humoral seperti yang layaknya timbul sebagai reaksi terhadap suatu infeksi alamiyah. Bila seseorang yang sudah di vaksinasi mengalami infeksi yang tidak menentu dan mungkin sekali serius gejalanya akan lebih ringan atau sama sekali tanpa manifestasi klinis. Vaksinasi menghindarkan efek-efek serius yang di akibat kan oleh mikroba yang virulen penuh.       
Oleh karena itu, vaksin merupakan salah satu senjata yang paling ampuh dalam ilmu kedokteran prevektif trhadap penyakit infeksi. Kemungkinan dari vaksin hidup yang telah diperlemah adalah mempertahankan keadaan yang setabil ini tanpa kekewatiran bahwa mikroba tersebut melalui proses mutasi menjadi virulen kembali.          
Penggolongan vaksin dapat di golongkan berdasarkan jenis, viabilitas, komposisi dan cara pembuatanyan. Jenis mikroba dalam vaksin menghasil kan :
a.       Vaksin bacterial, yang terdiri dari bakteri hidup yang di lemah kan atau diinaktifkan, polisakarida dari kapsel fragmennya yang memiliki sifat antigen.
b.      Vaksin viral, yang terdiri dari vaksin hidup yang di lemah kan atau diinaktifkan, juga fragmen yang memiliki sifat antigen.
c.       Vaksin parasite, yaitu terdiri dari suatu protein yang terdapat di protein yang terdapat di permukaan sporozoid Plasmodium falciparum ( vaksin malaria, eksperimental ).
2.2    Golongan obat vaksin
Vaksi digolongkan menjadi beberapa bagian:
1.      Berdasarkan asal antigen
a.       Berasal dari bibit penyakit yang dilemahkan (live attenuated)
b.      Virus : Polio (OPV), Campak, Yellow Fever
c.       Bakteri : BCG
d.      Berasal dari bibit penyakit yang dimatikan (inactivated)
e.       Seluruh partikel diambil:
a.       Virus : IPV (Inactivated Polio Vaccine), Rabies
b.      Bakteri: Pertusis
f.       Sebagian partikel diambil:
2.      Berdasarkan protein:
a.       Sub Unit : Aseluler Pertusis
b.      Toxoid: DT
3.      Berdasarkan Polisakarida
a.       Murni: Meningicocal
b.      Gabungan : Hib (Haemofilus Influenza type B)
c.       Rekombinan (rekayasa genetika): Hepatitis B
4.      Berdasarkan Sensifitas terhadap suhu
a.       Vaksin sensitive suhu beku, yaitu golongan vaksin yang akan rusak terhadap suhu dingin di bawah 0 oC, seperti: Hepatitis B, DPT/HB, DT, TT
b.      Vaksin sensitife Panas, yaitu golongan vaksin yang akan rusak terhadap paparan panas yang berlebihan, seperti, Polio, Campak, dan BCG
2.3    Jenis Vaksin dan Waktu Pemberian
A.  BCG
Vaksin ini adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung Mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin = BCG ). pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). Vaksin BCG mengandung kuman BCG (Bacillus Calmette guerin) yang masih hidup. Jenis kuman TBC ini telah dilemahkan. Imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir sampai berumur 2 bulan. Pada anak yang berumur lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji Mantoux sebelum imunisasi BCG. Gunanya untuk mengetahui apakah ia telah terjangkit penyakit TBC. Seandainya hasil uji Mantoux positif, anak tersebut selayaknya tidak mendapat imunisasi BCG. Tetapi bila imunisasi BCG akan dilakukan secara massal (misalnya di sekolah, RT/RW, perusahaan, pabrik), maka pemberian suntikan BCG dilaksanakan secara langsung tanpa uji Mantoux terlebih dahulu. Hal ini dilakukan mengingat pengaruh beberapa faktor, seperti segi teknis penyuntikan BCG, keberhasilan program imunisasi, segi epidemiologik dan lain-lain. Penyuntikan BCG tanpa dilakukan uji Mantoux pada dasarnya tidaklah membahayakan. Namun seandainya orang tua merasa bimbang karena anak anda dengan tidak terduga mendapat imunisasi BCG di sekolah, sebaiknya bertanya kepada dokter atau petugas kesehatan lain.
Dan Biasanya setelah suntikan BCG bayi tidak akan menderita demam. Bila ia demam setelah imunisasi BCG umumnya disebabkan oleh keadaan lain. Untuk hal ini dianjurkan agar berkonsultasi dahulu dengan dokter.
Pada imunisasi BCG jarang dijumpai efek samping. Mungkin terjadi pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya menyembuh sendiri walaupun lambat. Bila suntikan BCG dilakukan di lengan atas, pembengkakan kelenjar terdapat di ketiak atau leher bagian bawah. Suntikan di paha dapat menimbulkan pembengkakan kelenjar di selangkangan. Komplikasi pembengkakan kelenjar ini biasanya disebabkan arena teknik penyuntikan yang kurang tepat, yaitu penyuntikan terlalu dalam. Dalam masalah komplikasi yang ringan ini, bila terdapat keraguan dipersilahkan anda berkonsultasi dengan dokter. Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG, kecuali pada anak yang berpenyakit TBC atau menunjukkan uji Mantoux positif.    
B.  Tetanus Toxoid (TT)        
Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung Toksoid Tetanus yang telah dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU. Vaksin TT dipergunakan untuk pencegahan tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi wanita usia subur, dan juga untuk pencegahan tetanus.        
C.  Vaksin DPT (Difteriaa, Pertusis, Tetanus)           
Manfaat pemberian imunisasi Vaksin ini ialah untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan tetanus. Dalam peredaran di pasaran terdapat 3 jenis kemasan vaksin ketiga penyakit ini. Anda dapat memperolehnya dalam bentuk kemasan tunggal khususnya bagi tetanus, dalam bentuk kombinasi DT (difteria dan tetanus), dan kombinasi DPT (dikenal pula sebagai vaksin tripel). Imunisasi dasar diberikan 2-3 kali, sejak bayi berumur 2 bulan dengan jarak waktu antara 2 penyuntikan 4-6 minggu. Imunisasi dasar dengan 3 kali penyuntikan lebih baik daripada dengan 2 kali penyuntikan. Untuk imunisasi massal (di sekolah, RT/RW), biasanya cukup diberikan 2 kali penyuntikan. Imunisasi ulang lazimnya diberikan ketika anak berumur 1 ½ – 2 tahun, menjelang umur 5 tahun (sebelum masuk sekolah dasar), dan menjelang umur 10 tahun (sebelum keluar Sekolah Dasar), masing-masing hanya diberi 1 kali suntikan.         
 Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan rasa nyeri di tempat suntikan selama 1 – 2 hari. Kadang-kadang terdapat akibat samping yang lebih berat, seperti demam tinggi atau kejang, yang biasanya disebabkan oleh unsur pertusisnya.    
Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah, pernah menderita kejang atau pada penyakit gangguan kekebalan (defisiensi imunologik). Sakit batuk, pilek, demam atau diare yang sifatnya ringan, bukan merupakan indikasi kontra yang mutlak. Dokter akan mempertimbangkan pemberian imunisasi, seandainya anak anda sedang menderita sakit ringan.  
D.  Diptheria
Vaksin difteri terbuat dari toksin kuman difteri yang telah dilemahkan Biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT.   
Penyakit difteri disebabkan oleh sejenis bakteria yang disebut Corynebacterium diphtheriae. Sifatnya sangat ganas dan mudah menular. Seorang anak akan terjangkit difteri bila ia berhubungan langsung dengan anak lain sebagai penderita difteri atau sebagai pembawa kuman (carrier), yaitu dengan terhisapnya percikan udara yang mengandung kuman. Bila anak nyata menderita difteri dapat dengan mudah dipisahkan. Tetapi seorang carrier akan tetap berkeliaran dan bermain dengan temannya yang belum pernah mendapat imunisasi akan tertular penyakit difteri yang diperoleh dari temannya sendiri yang menjadi carrier. 
Anak yang terjangkit difteri akan menderita demam tinggi. Selain itu pada tonil (amandel) atau tenggorok terlihat selaput putih kotor. Dengan cepat selaput ini meluas ke bagian tenggorok sebelah dalam dan menutupi jalan nafas, sehingga anak seolah-olah tercekik dan sukar bernafas. Kegawatan lain pada difteri ialah adanya racun yang dihasilkan oleh kuman difteri. Racun ini dapat menyerang otot jantung, ginjal dan beberapa serabut saraf. Kematian akibat difteri sangat tinggi; biasanya disebabkan anak “tercekik” oleh selaput putih pada tenggorok atau karena lemah jantung akibat racun difteri yang merusak jantung.    
Pemberian Vaksin difteri biasanya dilakukan bersama-sama dengan tetanus (Vaksin DT) dan batuk rejan (vaksin DPT), sejak bayi berumur 2 bulan (lihatlah jadwal imunisasi hal. 61). Mula-mula diberikan dalam bentuk imunisasi dasar sebanyak 2-3 kali suntikan dengan jarak waktu antara 2 suntikan 4-6 minggu. Kemudian disusul dengan imunisasi ulang pada umur 1 ½ – 2 tahun, menjelang umur 5 tahun dan menjelang umur 10 tahun.
Imunisasi ulang sewaktu diperlukan juga bila anak anda berhubungan dengan anak lain yang menderita difteri. Jadi bila anak terjangkit difteri, maka anak lain yang tinggal serumah harus mendapat imunisasi ulang meski pun belum waktunya. Daya proteksi atau daya lindung vaksin difteri cukup baik yaitu sebesar 80-95%.Reaksi pada vaksin ini Jarang terjadi, mungkin hanya berupa demam ringan selama 1-2 hari. Indikasi kontranya Hanya pada anak yang menderita demam tinggi atau sakit parah
E.  Diptheria Tetanus (DT)
Vaksin DT adalah vaksin yang mengandung Toksoid Difteri dan Tetanus yang telah dimurnikan yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi komponen vaksin per dosis sedikitnya 30 IU (International Unit) untuk potensi Toksoid Difteri dan sedikitnya 40 IU untuk potensi Toksoid Tetanus.
Vaksin ini dibuat untuk keperluan khusus. Misalnya anak yang diperbolehkan atau tidak lagi memerlukan imunisasi pertusis, tetapi masih memerlukan imunisasi difteria atau tetanus. pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan pada imunisasi DPT. Efek samping ini hanya berupa demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat suntikan selama 1 – 2 hari. Hanya diberikan pada anak yang sakit parah atau sedang menderita demam tinggi. Dengan pengawasan dokter, anak yang pernah kejang masih dapat diberikan imunisasi DT.          
F.  Poliomielitis
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
Vaksin diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit poliomielitis. Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing mengandung virus polio tipe I, II dan III, yaitu:   
1.      Vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang sudah dimatikan (vaksin Salk). Cara pemberian vaksin ini ialah dengan penyuntikan.
2.      Vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II, dan II yang masih hidup, tetapi dilemahkan (vaksin Sabin). Cara pemberiannya ialah melalui mulut dalam bentuk pil atau cairan.          
Di Indonesia yang lazim diberikan ialah vaksin jenis Sabin. Kedua jenis vaksin tersebut mempunyai kebaikan dan kekurangannya. Kekebalan yang diperoleh sama baiknya. Karena cara pemberiannya lebih mudah melalui mulut, maka lebih sering dipakai jenis Sabin. Di beberapa negara dikenal “Tetra vaccine” yang mengandung 4 jenis vaksin, yaitu kombinasi DPT dan polio, cara pemberiannya dengan suntikan.         
Poliomielitits ialah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus polio. Virus polio akan merusak bagian anterior (bagian muka) susunan saraf tulang belakang. Gejala yang umum dan mudah dikenal ialah anak mendadak menjadi lumpuh pada salah satu anggota geraknya, setelah ia menderita demam selama 2-5 hari. Bila kelumpuhan itu terjadi pada otot pernafasan, mungkin anak akan meninggal karena sukar bernafas. Penyakit ini dapat langsung menular dari seorang penderita polio atau dengan melalui makanan.
Vaksin dasar diberikan ketika anak berumur 2 bulan, sebanyak 2-3 kali. Jarak waktu antara 2 pemberian ialah 4-6 minggu. Sevaksinasi diberikan ketika anak berumur 1 ½ – 2 tahun, menjelang umur 5 tahun dan menjelang umur 10 tahun (lihatlah jadwal imunisasi, hal 61). Vaksin polio dapat diberikan bersama dengan vaksin DPT. Pada pemberian vaksin polio perlu diperhatikan bayi yang masih mendapat ASI. Karena ASI mengandung zat anti terhadap polio, maka dalam waktu 2 jam setelah minum vaksin polio bayi tersebut tidak diberi ASI dahulu. Zat anti yang terdapat dalam ASI akan menghancurkan vaksin polio, sehingga imunisasi polio menjadi gagal.
Sebenarnya masalah ini masih dipertentangkan. Pada saat ini, banyak sarjana berpendapat bahwa tidak ada pengaruh ASI terhadap imunisasi polio. ASI dapat diberikan seperti biasa, karena sifat dan jenis antibodi pada ASI.Kekebalan Daya proteksi vaksin polio sangat baik, yaitu sebesar 95-100%.Reaksi Vaksin biasanya tidak ada, mungkin pada bayi akan terdapat berak-berak ringan dan Efek samping Pada vaksin polio hampir tidak terdapat efek samping. Bila ada, mungkin berupa kelumpuhan anggota gerak seperti pada penyakit polio sebenarnya.   
Pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, imunisasi polio sebaiknya ditangguhkan. Demikian pula pada anak yang menderita penyakit defisiensi kekebalan tidak diberikan polio. Alasan untuk tidak memberikan vaksin polio pada keadaan diare berat ialah kemungkinan terjadinya diare yang lebih parah. Pada anak dengan penyakit batuk, pilek, demam atau diare ringan, imunisasi polio dapat diberikan seperti biasanya.
G.  Campak (Morbili) 
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70, dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk tujuan tersebut. Vaksin ini telah memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak.
Vaksin ini diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap penyakit campak secar aktif. Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam kemasan kering di kombinasi dengan vaksin gondong/bengok (mumps) dan rubela (campak Jerman). Di Amerika Serikat kemasan terakhir ini dikenal dengan nama MMR (Measles Mumps-Rubela Vaccine).      
Bayi yang baru lahir telah mendapat kekebalan pasif terhadap penyakit campak dari ibunya ketika ia dalam kandungan. Makin lanjut umur bayi, makin berkurang kekebalan pasif tersebut. Waktu berumur 6 bulan biasanya bayi itu tidak mempunyai kekebalan pasif lagi. Dengan adanya kekebalan pasif ini sangatlah jarang seorang bayi menderita campak pada umur kurang dari 6 bulan.   
Menurut WHO (1973) imunisasi campak cukup dilakukan dengan 1 kali suntikan setelah bayi berumur 9 bulan. Lebih baik lagi setelah ia berumur lebih dari 1 tahun. Karena kekebalan yang diperoleh berlangsung seumur hidup, maka tidak diperlukan revaksinasi lagi. Di Indonesia keadaannya berlainan. Kejadian campak masih tinggi dan sering dijumpai bayi menderita penyakit campak ketika ia berumur antara 6-9 bulan, jadi pada saat sebelum ketentuan batas umur 9 bulan untuk mendapat vaksinasi campak seperti yang dianjurkan WHO. Dengan memperhatikan kejadian ini, sebenarnya imunisasi campak dapat diberikan sebelum bayi berumur 9 bulan, misalnya pada umur antara 6-7 bulan ketika kekebalan pasif yang diperoleh dari ibu mulai menghilang. Akan tetapi kemudian ia harus mendapat satu kali suntikan ulang setlah berumur 15 bulan.        
Daya proteksi imunisasi campak sangat tinggi, yaitu 96-99%. Menurut penelitian, kekebalan yang diperoleh ini berlangsung seumur hidup, sama langgengnya dengan kekebalan yang diperoleh bila anak terjangkit campak secara alamiah.          
Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Mungkin terjadi demam ringan dan nampak sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan. Mungkin pula terdapat pembengkakan pada tempat suntikan.         
Dan untuk efek saampingnya Sangat jarang, mungkin terdapat kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan. Selain itu dapat terjadi radang otak, berupa ensefalitis atau ensefalopati, dalam waktu 30 hari setelah imunisasi. Tetapi kejadiannya sangat jarang, yaitu 1 diantara 1 juta suntikan. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan kejadian radang otak akibat penyakit campak alamiah yang sebesar 1 diantara 250 kasus. Dengan demikian risiko untuk terjadinya radang otak akibat infeksi alamiah 2.500 kali lebih besar daripada akibat.         
Menurut WHO (1963), indikasi kontra hanya berlaku terhadap anak yang sakit parah, yang menderita TBC tanpa pengobatan, atau yang menderita kurang gizi dalam derajat berat. Vaksinasi campak sebaiknya juga tidak diberikan pada anak dengan penyakit defisiensi kekebalan. Juga tidak diberikan pada anak yang menderita penyakit keganasan atau sedang dalam pengobatan penyakit keganasan. Karena belum terkumpulnya cukup informasi ilmiah, sebaiknya imunisasi campak pada ibu hamil ditangguhkan. Pada anak yang pernah kejang, imunisasi campak dapat diberikan seperti biasanya, asalkan dengan pengawasan dokter.      
H.  Hepatitis-B (DNA recombinant) 
Vaksin Hepatitis B Rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasi dan bersifat non-infectious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan. Vaksin ini merupakan suspensi berwarna putih yang diproduksi dari jaringan sel ragi yang mengandung gen HBsAg, yang dimurnnikan dan diinaktivasi melalui beberapa tahap proses fisiko kimia seperti ultrasentrifuse,kromatografi kolom, dan perlakuan dengan formaldehid.
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B. Penyakit ini dalam istilah sehari-hari lebih dikenal  dengan nama penyakit lever. setelah diteliti bahwa virus hepatitis B mempunyai kaitan erat dengan terjadinya penyakit lever tadi. Vaksin terbuat dari plasma carrier hepatitis B yang sehat dengan cara pengolahan tertentu.
 Dari bahan plasma tersebut dapat dipisahkan dan dimurnikan bagian virus yang dapat dipakai dalam pembuatan vaksin lebih lanjut. Di kalangan masyarakat dikhawatirkan pemakaian vaksin yang terbuat dari plasma karena adanya berita akibat samping berupa penyakit AIDS. Namun setelah pemakaiannya yang lebih dari 10 tahun, ternyata tidak didapatkan adanya efek samping yang berarti. WHO melaporkan pula bahwa pemakaian vaksin tersebut cukup aman dan bebas dari penyakit AIDS.         
Virus hepatitis B yang masuk dalam tubuh akan berkembang biak di dalam jaringan hati dan kemudian merusaknya. Gejala utama penyakit hepatitis ialah kekuningan pada mata, rasa lemah, mual, muntah, tidak nafsu makan dan demam.    
Terhadap penyakit kanker terjadinya penularan hepatitis B, di antaranya:
1.      Melalui tusukan di kulit dan jaringan tubuh lainnya, misalnya dengan suntikan biasa, tusukan anting, tato, akupunktur, goresan luka, tindakan operasi termasuk perawatan gigi   
2.      Pemindahan cairan tubuh, misalnya melalui susu ibu, bersenggama, berciuman, tindakan operasi    
3.      Melalui darah atau plasma waktu transfuse    
4.      Selama masa janin dengan melalui uri, meskipun penularan cara ini jarang terjadi.   
Vaksinisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar sebanyak 2 atau 3 kali dengan jarak waktu 1 bulan. Selanjutnya dilakukan 1 kali imunisasi ulang dalam waktu 5-12 bulan setelah imunisasi dasar. Revaksinasi berikutnya diberikan setiap 5 tahun. Cara pemberian imunisasi dasar di atas mungkin berbeda, karena tergantung dari jenis vaksin yang dibuat oleh pabrik. Misalnya imunisasi dasar dengan memakai vaksin buatan Pasteur Prancis berbeda dengan penggunaan vaksin MSD Amerika Serikat.
Di samping itu perlu diberikan pula imunisasi pasif, khusus bagi bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang mengidap virus hepatitis B. Caranya yaitu dengan pemberian imunoglobulin khusus dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir. Kemudian dalam waktu 7 hari berikutnya bayi ini harus sudah mendapat imunisasi aktif dengan penyuntikan vaksin hepatitis B.      
Mengingat daya tularnya yang tinggi dari ibu kepada bayi, sebaiknya ibu hamil memeriksakan darahnya untuk pemeriksaan hepatitis B, sehingga dapat dipersiapkan tindakan yang diperlukan menjelang kelahiran bayi.
Dari berbagai hasil penelitian, ternyata bahwa vaksinasi hepatitis B tidak hanya perlu diberikan pada anak dan bayi baru lahir, tetapi juga pada orang dewasa, khususnya mereka yang bertempat tinggal di suatu negara dengan angka kejadian penyakit yang tinggi. Pemberian vaksinasi pun perlu dilaksanakan terhadap karyawan kesehatan yang dalam pekerjaan sehari-harinya berhubungan dengan penderita atau material manusia (darah, tinja, air kemih). Mereka itu ialah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, pegawai laboratorium. Selanjutnya dianjurkan pula pemberian vaksinasi terhadap turis yang akan berwisata ke negara atau daerah endemik.
Kekebalan Daya proteksi vaksin hepatitis B cukup tinggi, yaitu berkisar antara 94-96%. Reaksi vaksin yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan yang mungkin disertai dengan timbulnya rasa panas atau pembengkakan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari. Reaksi lain yang mungkin terjadi ialah demam ringan. Efek samping Selama pemakaian 10 tahun ini, tidak dilaporkan adanya efek samping yang berarti. Berbagai suara di masyarakat tentang kemungkinan terjangkit oleh penyakit AIDS, merupakan pemberitaan yang dibesar-besarkan. Dengan penelitian yang luas, WHO tetap menganjurkan pelaksanaan imunisasi hepatitis B.       
Vaksin tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita sakit berat. Vaksinasi hepatitis B ini dapat diberikan kepada ibu hamil dengan nama aman dan tidak akan membahayakan janin. Bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.        
I.  Vaksin Tipa (tifus, paratifus A-B-C)         
Vaksin ini diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif terhadap penyakit tifus dan paratifus. Vaksinasi ini tidak dimasukkan dalam prioritas Departemen Kesehatan untuk Program Pengembangan Imunisasi, walaupun kejadian penyakit tifus dan paratifus di Indonesia masih tinggi. Kebijakan ini didasarkan pertimbangan karena penyakit tersebut pada anak tidak berbahaya dan jarang menimbulkan komplikasi. Berlainan sekali dengan pada orang dewasa yang tidak jarang dapat menimbulkan kematian. Namun demikian tetap dianjurkan untuk memberikan imunisasi tifus dan paratifus pada anak.        
Untuk bepergian ke beberapa negara pun masih diperlukan keterangan vaksinasi terhadap tifus dan paratifus. Vaksinasi dianjurkan pula bagi turis yang akan berkunjung ke negara tropis dengan kejadian penyakit yang masih tinggi. Vaksin tipa mengandung bakteria Salmonela typhi dan Salmonela paratyphi A-B-C yang telah dimatikan dengan memakai bahan kimia. Vaksin ini masih diproduksi di dalam negeri oleh Perum, Biofarma, Bandung.
Penyakit ini biasanya terjadi setelah anak berumur 2 tahun. Perjalanan penyakitnya tidak membahayakan. Tetapi sering mengkhawatirkan orang tua karena gejala demamnya yang tinggi dan dapat berlangsung selama lebih dari 1 minggu. Berlainan halnya dengan pada orang dewasa, komplikasi penyakit tifus jarang terjadi pada anak.           
Penularan terjadi melalui mulut karena makanan yang kurang bersih dan mengandung bakteria Salmonela. Pencegahan penularan penyakit mengalami berbagai hambatan, di antaranya karena banyaknya carrier yang merupakan sumber penularan penyakit. Sering terjadi seorang juru masak menjadi biang keladi penularan, karena sebagai carrier dapat menyebarkan penyakit ke seluruh anggota keluarga di rumah, kapal laut, asrama, rumah makan dan sebagainya.          
Cara Vaksin/imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali, masing-masing pada umur 15 bulan, 16 bulan dan 17 bulan. Beberapa sarjana menyarankan agar vaksinasi diberikan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun, karena jarangnya kejadian penyakit ini pada anak yang lebih muda. Revaksinasi dilakukan setiap  tahun dengan 1 kali suntikan , Revaksinasi juga diberikan pula bila sewaktu-waktu ada wabah atau kontak dengan penderita serumah. Demikian pula pada orang dewasa, revaksinasi hendaknya diberikan setiap 3 tahun.
Cara pemberian imunisasi adalah dengan penyuntikan “bawah kulit” pada lengan atas atau dengan penyuntikan “dalam kulit” pada lengan bawah depan seperti halnya suntikan pada uji Mantoux. Ada yang berpendapat bahwa suntikan pertama dilakukan “bawah kulit” dan suntikan berikutnya “dalam kulit”  
.Reaksi yang sering terjadi ialah demam yang timbul 1 hari setelah penyuntikan. Demam ini dapat berlangsung selama 1-3 hari. Sering pula dijumpai reaksi lokal berupa pembengkakan di tempat suntikan disertai dengan rasa nyeri pada pergerakan. Dan gejala menggigil dalam waktu 1 jam setelah penyuntikan. Keadaan menggigil ini biasanya akan menghilang sendiri 15 menit kemudian. Pada penyuntikan “dalam kulit” reaksi tersebut di atas terjadi dalam bentuk yang lebih ringan dan biasanya tidak disertai adanya reaksi menggigil. Reaksi yang dijumpai pada penyuntikan “dalam kulit” biasanya hanya reaksi kemerahan kulit di tempat suntikan.
Bila terjadi demam tinggi dapat diberikan obat penawar panas, seperti parasetamol, biogesic, tempra dan sebagainya. Pada tekanan menggigil dapat diberikan selimut dan ujung tangan/kaki digosok dengan minyak kayu putih atau minyak gandapura. Kompres dengan air hangat dapat diberikan untuk reaksi kemerahan kulit pada tempat suntikan.           
Jarang terjadi efek samping imunisasi. Bila vaksin diberikan tipa diberikan kepada ibu hamil mungkin dapat menyebabkan keguguran atau kelahiran bayi kurang bulan. Selain itu vaksinasi dapat menimbulkan kelainan jantung atau kelainan jantung atau kelainan ginjal bila diberikan kepada mereka yang memang sebelumnya telah berpenyakit jantung atau menderita kelainan ginjal.Kekebalannya Daya lindung vaksinasi tifus dan paratifus cukup baik. untukI ndikasi kontra Bagi anak pada dasarnya tidak ada indikasi kontra untuk pemberian imunisasi tipa, kecuali pada anak yang panas tinggi atau sedang sakit parah. Vaksinasi tipa hendaknya dilakukan secara berhati-hati dan dengan pertimbangan khusus bila diberikan kepada ibu hamil atau mereka yang pernah menderita penyakit jantung atau penyakit ginjal.
J.  Vaksin Gondong (Bengok, Parotitis)        
Pemberian vaksin bertujuan untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit gondong/bengok. Istilah asing untuk penyakit ini ialah parotitis (Latin) atau mumps (Inggris). Penyakit ini disebabkan oleh sejenis virus. Vaksin parotitis ini terbuat dari jenis virus gondong yang telah dilemahkan.
Penyakit gondong merupakan penyakit infeksi virus pada kelenjar air liur. Penyakit ini sebenarnya tidak berbahaya, tetapi sewaktu-waktu dapat memberikan komplikasi yang cukup serius. Komplikasi yang paling pembengkakan di daerah pipi yang biasanya tidak nyeri tekan. Selain itu dapat timbul pula rasa kurang enak badan yang tidak menentu, nyeri kepala dan rasa sakit bila menelan atau bila mengeluarkan air liur. Penyakit ini akan mereda dan sembuh dalam waktu 7-8 hari.           
Vaksin diberikan pada anak berumur lebih dari 12 bulan. Selain itu juga pada orang dewasa yang belum pernah menderita penyakit gondong. Karena masih adanya kekebalan alamiah pasif dari ibu, tidak dianjurkan pemberian imunisasi pada anak kurang dari 12 bulan. Imunisasi cukup diberikan dengan 1 kali suntikan tanpa revaksinasi, bila imunisasi dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 12 bulan. Kekebalan Daya lindung vaksin gondong sangat baik, yaitu sebesar 97% pada anak dan 93% pada orang dewasa.
Biasanya jarang terjadi reaksi imunisasi. Bila ada dapat berupa kenaikan suhu ringan atau rasa sakit dan panas pada tempat suntikan yang berlangsung selama 1-2 hari. Efek sampingnya pun sangat jarang dijumpai. Bila ada,mungkin dapat berupa radang otak, timbulnya bercak merah dan rasa gatal pada kulit          
.Sebaiknya vaksinasi tidak dilakukan pada ibu hamil, karena belum lengkapnya informasi mengenai pengaruh vaksin terhadap janin. Vaksinasi juga tidak diberikan pada penderita dengan keganasan atau yang dalam pengobatan terhadap penyakit keganasan. Kita bisa membagi jenis vaksin yang ada berdasarkan hal hal berikut :
1.      Pembedaan jenis vaksin dari antigen yang dipergunakan untuk merangsang sistim imunologi/daya pertahanan tubuh membuat zat antobody.
2.      Pembedaan vaksin atas dasar cara membuat vaksin tersebut,  sehingga kita mengenal adanya  vaksin hidup yang dilemahkan (live attenuated vaccine) dan vaksin mati (killed Vaccine/ inactivated vaccine).
3.      Juga kita dikenalkan dengan adanya vaksin Monovalent dan vaksin Polivalent
4.      Pembedaan vaksin untuk imunisasi bayi anak, dan vaksin untuk imunisasi orang dewasa dan orang berusia lanjut
5.      Pembedaan vaksin berdasarkan tujuan pemakaiannya, misalnya ada vaksin wisatawan, bagi wisatawan yang akan berkunjung ke suatu daerah dengan endemik penyakit infeksi tertentu, vaksin wanita hamil untuk mencegah keguguran janin (abortus) dan mencegah janin lahir dengan cacat fisk bawaan (anomali congenital)
6.      Vaksin masa depan : misalnya vaksin utuk malaria, vaksin untuk demam berdarah dengue, vaksin untuk tumor otak Glioblastoma, vaksin untuk kanker Prostate, vaksin untuk diabetes dll.
2.4    Kontraindikasi vaksin
1.      Vaksin BCG Kering         
a.       Indikasi : Digunakan sebagai pencegahan terhadap penyakit TBC Bagi mereka yang bereaksi Negatif terhadap tes Tuberkulin.
b.      Kontra Indikasi : Bila reaksi mantoux positif pelindungan yang diberikan oleh Vaksinasi ini adalah untuk 10-15 tahun.
c.       Efek samping : Timbul ulserasi dan abses pada tempat injeksi yang kemudian terjadi parut. Beberapa Tuberkulostatika dapat mengurangi efektifitas vaksinasi karena perlipat gandaan mycobacterium terhambat.
d.      Dosis : Bayi kurang dari 1 tahun 0,05 ml . i.k: anak < 1 tahun 0,1ml i.k . imunisi ulang usia 5-7 th 0,1 ml dan usia 12-15 th 0,1 ml.   
2.      Vaksin Campak kering      
a.       Dosis : Anak mulai umur 9 bulan s.k. 1 dosis 0,5 ml dari vaksin yang telah dilarutkan.        
b.      Efek saamping : terdapat kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan.
c.       Vaksin Hepatitis B rekombinan          
d.      Indikasi : Digunakan untuk imunisasi aktif terhadap infeksi yang disebabkann oleh HBV tidak untuk hepatitis A atau C. khusus di anjurkan bagi mereka yang memiliki resiko tinggi terhadap infeksi oleh virus ini. Misalnya penderika hemofili, pasen hemodialisis dan orang yang sering mendapatkan transpusi darah pencandu obat bius suntik dan homoseksual.
e.       Wanita hamil : Vaksinasi tidak di anjurkan karena efek antigen terhadap janin belum diketahui     
f.       Dosis : Vaksin terdiri dari 3 dosis yang disuntikan i.m. dengan interval 1 dan 6 bulan (Pada bulan 1, 2, daan 7). Kemudian setiap 5 th setelah imunisasi dasar
3.      Vaksin kolera        
a.       Tiap mili mengandung suspense dfari 4 miliar kuman Vibrio cholerae inaba resp.ogawa yang telah dimatikan melalui pemanasan. Kadang-kadang juga digunakan tipe EL tor. Perlindungan (terbatras) yang diberikan oleh vaksinasi ini terhadap kolera menurun setelah 3-6 bulan.
b.      Dosis : untuk inunisasi dasar s.k. 2 dosis dengan jarak 4-6 minggu. Dosis sesuai usia.  
4.      Obat Golongan antihistamin         
Merupakan Vaksin antiserum dan imonologikal untuk mengendalikan/ mencagah alergi dalam jangka waktu panjang. Mekanismenya bekerja menghambat reseptor H1 (AH1) yang menyebabkan timbulnya reaksi alergi akibat dilepaskannya histamin. Histamin inilah yang kemudian menimbulakn Reaksi vaksin/imunisasi seperti gatal-gatal, rauim kemerahan, pikek, bersin,dll.
2.5    Jenis- jenis Kekebalan Tubuh
Respons kekebalan tubuh terhadap antigen dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kekebalan humoral (antibody-mediated immunity) dan kekebalan seluler (cell-mediated immunity).
a.       Kekebalan Humoral          
Kekebalan humoral melibatkan aktivitas sel B dan antibodi yang beredar dalam cairan darah dan limfe. Ketika suatu antigen masuk ke dalam tubuh untuk pertama kalinya, sel B pembelah akan membentuk sel B plasma dan sel B pengingat. Sel B plasma akan menghasilkan antibodi yang berfungsi mengikat antigen. Dengan demikian, makrofag akan lebih mudah menangkap dan menghancurkan patogen. Setelah infeksi berakhir, sel B plasma akan mati, sedangkan sel B pengingat akan tetap hidup dalam waktu lama. Serangkaian respons terhadap patogen ini disebut respons kekebalan primer.
Apabila antigen yang sama masuk kembali ke dalam tubuh, sel B pengingat akan mengenalinya dan menstimulasi pembentukan sel B plasma. Sel B plasma berfungsi memproduksi antibodi. Respons tersebut dinamakan respons kekebalan sekunder. Respons kekebalan sekunder terjadi lebih cepat dan lebih besar dibandingkan respons kekebalan primer. Hal ini dikarenakan adanya memori imunologi, yaitu kemampuan sistem imun untuk mengenali antigen yang pernah masuk ke dalam tubuh.
b.      Kekebalan Seluler 
Kekebalan seluler melibatkan sel T yang bertugas menyerang sel-sel asing atau jaringan tubuh yang terinfeksi secara langsung. Ketika sel T pembunuh kontak dengan antigen pada permukaan sel asing, sel T pembunuh akan menyerang dan menghancurkannya dengan cara merusak membran sel asing. Apabila infeksi telah berhasil ditangani, sel T supresor akan menghentikan respons kekebalan dengan cara menghambat aktivitas sel T pembunuh dan membatasi produksi antibodi.
Berdasarkan cara memperolehnya, kekebalan tubuh dibedakan menjadi:
a.       Kekebalan Aktif               
Kekebalan aktif merupakan kekebalan yang dihasilkan oleh tubuh itu sendiri. Kekebalan ini dapat diperoleh secara alami dan secara buatan. Kekebalan aktif alami diperoleh setelah seseorang mengalami sakit akibat infeksi suatu kuman penyakit. Setelah sembuh dari sakit, orang tersebut akan menjadi kebal terhadap penyakit tersebut. Sebagai contoh, orang yang pernah sakit campak tidak akan terkena penyakit tersebut untuk kedua kalinya. Adapun kekebalan aktif buatan diperoleh melalui vaksinasi. Vaksinasi adalah proses pemberian vaksin ke dalam tubuh.
Vaksin merupakan siapan antigen yang diberikan secara oral (melalui mulut) atau melalui suntikan untuk merangsang mekanisme pertahanan tubuh terhadap patogen. Vaksin dapat berupa suspensi mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dimatikan. Vaksin juga dapat berupa toksoid atau ekstrak antigen dari suatu patogen yang telah dilemahkan. Vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh akan menstimulasi pembentukan antibodi untuk melawan antigen. Akibatnya, tubuh akan menjadi kebal terhadap penyakit jika suatu saat penyakit tersebut menyerang.
b.      Kekebalan Pasif                
Kekebalan pasif merupakan kekebalan yang diperoleh setelah menerima antibodi dari luar. Kekebalan ini dapat diperoleh secara alami dan buatan. Kekebalan pasif alami dapat ditemukan pada bayi setelah menerima antibodi dari ibunya melalui plasenta saat masih berada di dalam kandungan. Jenis kekebalan ini juga dapat diperoleh dengan pemberian air susu pertama (kolostrum) yang mengandung banyak antibodi.
Sementara itu, kekebalan pasif buatan diperoleh dengan cara menyuntikkan antibodi yang diekstrak dari satu individu ke tubuh orang lain sebagai serum. Kekebalan pasif ini berlangsung singkat, tetapi berguna untuk penyembuhan secara cepat. Contoh pemberian serum antibisa ular pada orang yang dipatuk ular berbisa.
2.6    Vaksin Handling
Setelah diproduksi dalam jumlah besar, pengiriman vaksin yang sebenarnya dan administrasi yang paling penting untuk menjadi sukses dalam mencegah penyakit. Administrasi vaksin telah secara tradisional melalui suntikan tetapi beberapa metode pengiriman vaksin baru juga sedang dieksplorasi hari ini. Metode baru ini diharapkan untuk meningkatkan kepatuhan populasi umum, kemudahan administrasi dan membantu dalam cakupan yang lebih besar.
Sebelum administrasi vaksin membutuhkan persiapan yang memadai dan penanganan.
1.      Jarum dan Jarum Suntik Pilihan
Jarum suntik seleksi penting dengan baru steril jarum dan jarum suntik yang digunakan untuk setiap injeksi. Vaksin disuntikkan dapat disampaikan dalam 1-mL atau 3-mL syringe selama dosis yang ditetapkan disampaikan. Pemilihan jarum-jarum harus cocok untuk situs injeksi dan rute vaksin administrasi. Ukuran jarum juga tergantung pada ukuran individu, volume dan viskositas vaksin, dan teknik. Biasanya, vaksin tidak sangat kental sehingga jarum halus gauge (22-25 gauge) bisa digunakan.
2.      Tanggal Kadaluarsa
Sebelum administrasi, botol vaksin dan pengencer perlu diperiksa secara menyeluruh. Hal ini dilakukan untuk tempat kerusakan atau pencemaran sebelum digunakan. Tanggal kadaluarsa yang dicetak pada botol atau kotak harus diperiksa. Vaksin dapat digunakan melalui hari terakhir dari bulan yang ditunjukkan oleh tanggal kedaluwarsa, kecuali dinyatakan lain pada paket label. Vaksin kadaluarsa atau pengencer harus tidak pernah digunakan.
3.      Penambahan Penencer atau Pemulihan
Beberapa vaksin disiapkan dalam bentuk lyophilized (beku-kering). Cairan pengencer (biasanya steril saline atau air suling) disediakan di ampoule terpisah untuk pemulihan. Setiap pengencer khusus untuk vaksin sesuai dalam volume, kemandulan, pH, dan keseimbangan kimia. Jika pengencer salah digunakan, dosis vaksin tidak sah dan perlu diulang menggunakan pengencer benar. Vaksin harus dilarutkan sebelum administrasi. Setelah pemulihan botol perlu gelisah atau terguncang untuk aduk vaksin dan memperoleh suspensi seragam sebelum menarik setiap dosis.
4.      Rute Vaksin Administrasi
Rute administrasi untuk kebanyakan vaksin meliputi:
a.       Rute oral (PO) - direkomendasikan untuk vaksin Rotavirus, tipus vaksin dan polio vaksin
b.      Subcutaneous (subcut) rute - subkutan suntikan diatur ke jaringan lemak yang ditemukan di bawah ini dermis (tepat di bawah kulit) dan di atas jaringan otot. Fitur situs subkutan untuk vaksin administrasi adalah paha (untuk bayi muda dari 12 bulan usia) dan trisep luar atas lengan (untuk orang 12 bulan dan lebih tua).
c.       Rute intramuskular (IM) -ini diatur ke dalam jaringan otot di bawah kulit dan jaringan subcutaneous. Semua vaksin yang aktif, dengan pengecualian satu formulasi vaksin meningococcal polisakarida (MPSV4), yang diberikan oleh rute intramuskular.
Ada hanya dua situs IM rutin direkomendasikan untuk administrasi vaksin, m. vastus lateralis otot (anterolateral paha) dan otot deltoid (lengan atas). Pada bayi paha adalah fitur situs untuk injection karena menyediakan besar massa otot. Otot-otot pantat tidak digunakan untuk administrasi vaksin pada bayi dan anak. Hal ini karena teknik ini mungkin melukai skiatik saraf. Pada orang dewasa otot deltoid dari lengan atas dipilih.
a.       Rute intradermal (ID) - situs administrasi adalah wilayah deltoideus lengan atas. Injeksi diatur tepat di bawah kulit atau lapisan dermis kulit.
b.      Rute intranasal (NAS) - vaksin influenza diinaktivasi hidup adalah vaksin hanya dikelola oleh rute hidung.
5.      Teknik Pengiriman
Metode pengiriman vaksin terbaru meliputi penggunaan vaksin oral. Vaksin polio adalah vaksin oral pertama untuk dikembangkan. Hasilnya sangat positif bahwa kemudahan vaksin meningkat secara dramatis. Dengan vaksin oral ada banyak sekali keuntungan termasuk kemudahan administrasi, ada risiko kontaminasi darah, lebih stabilitas, kurang kemungkinan untuk membekukan, kurang perlu untuk menjaga dan memelihara jaringan dingin dan mengurangi biaya.
 Suntikan jarum gratis adalah injector jet yang telah dikembangkan untuk mengurangi risiko luka tertusuk jarum untuk kesehatan personil dan mencegah tidak layak penggunaan jarum suntik dan jarum. Metode lain adalah pendekatan microneedle, yang masih dalam tahap pembangunan. Di sini menunjuk proyeksi dibuat menjadi array yang dapat memungkinkan pengiriman vaksin melalui kulit. Pengiriman vaksin oleh semprotan hidung juga mencoba. Teknik terbaru termasuk menggunakan liposom untuk pengiriman vaksin dan penggunaan plasmid. Plasmid dapat digunakan dalam vaksin kanker. 
6.      Situasi Khusus untuk Vaksin Administrasi
Beberapa situasi mandat pencegahan khusus. Ini termasuk:
a. Beberapa vaksinasi - jika lebih dari satu vaksin yang perlu diberikan, administrasi setiap persiapan di sebuah situs anatomi yang berbeda diinginkan. Untuk bayi dan anak-anak muda, jika lebih dari dua vaksin disuntikkan di tungkai tunggal, paha adalah situs pilihan karena semakin besar massa otot.
b. Vaksinasi pada pasien dengan pendarahan gangguan - mereka dengan kondisi ini cenderung berdarah deras. Pasien dapat mengembangkan berukuran lebih atau memar pada suntikan.
c. Akut reaksi vaksin - mungkin ada reaksi alergi atau lainnya yang parah pada vaksin administrasi. Meskipun jarang, teliti skrining untuk kontraindikasi dan tindakan pencegahan sebelum vaksinasi sering dapat mencegah reaksi.



BAB III
PENUTUP
3.1.  Kesimpulan
Vaksin adalah suatu bahan yang di yakini dapat melindungi orang terhadap penyakit. Vaksin dibuat dari virus dan bakteri pathogen yang di siapkan untuk di suntikan kedalam tubuh sehingga dapat membantu memerangi penyakit yang lebih ganas atau di dapat secara alami. Tujuan utama vaksin adalah merangsang pembentukan antibody dengan konsentarasi yang cukup tinggi untuk menghilangkan perjalanan pathogen, sehingga mencegah mereka yang mendapat kan vaksinasi dari tejangkitnya penyakit.
3.2.  Saran
Saran kami agar makalah ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menambah wawasan kita semua  tentang Pemberian Vaksin. Serta  kita semua  mengetahui fungsi dan manfaat vaksin bagi tubuh kita. Khususnya bagi tenaga kesehatan.

DAFTAS PUSTAKA
Merck, Sharp & Dohme. Hepatitis B Prevention : Mass immunisation called for. Asian Medical News, July 9, 1991.
Sulaiman HA. Hepatitis dan permasalahannya menjelang tahun 2000. Pidato pengukuhan Guru Besar Universitas Indonesia, Mei 1992.
Sulaiman HA. Infeksi virus hepatitis B, sirosis hati dan karsinoma hepatoseluler. Disertasi Kobe University School of Medicine, 1989.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH Pemberian Obat melalui Inhalasi dan Hidung

Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kebidanan

Contoh Kasus Issue Etik antara Bidan dengan Teman Sejawat Dalam Pelayanan Kebidanan